Connecting the Dots

Showing posts with label puisi. Show all posts
Showing posts with label puisi. Show all posts

Menulis (lah)

Menulislah
Justru saat kau dalam keadaan seperti ini
Bukan siapa-siapa, hanya manusia biasa
Maka menulislah: Apa saja

Banyak yang berkata menulis itu sulit
Tidak ada topik untuk bahan tulisan
Kalaupun ada, susah untuk merangkainya menjadi sebuah tulisan

Salah
Menulis tidak seperti itu
Kurang tepat
Menulis harusnya tidak untuk itu

Menulislah justru karena kau bukan siapa-siapa
Kau akan bebas menulis apa sahaja
Apapun itu
Tanpa ada batasan
Itulah kebebasan seorang penulis

Menulislah justru karena kau hanyalah makhluk lemah
Manusia biasa, bukan siapa-siapa

Tulis Saja!

Sumber gambar: www.google.com



Tulis saja!
Apa yang ingin kamu tulis.
Entah itu hal yang kamu sukai atau tidak.
Hal itu kamu kuasai atau tidak.
Tak perlu ragu: Tulis saja!


Tulis saja!
Apa yang hendak kamu tulis.
Entah itu hal yang kamu ketahui atau tidak.
Hal itu kamu pahami atau tidak.
Tak perlu bimbang: Tulis saja!


Tulis saja!
Apa yang akan kamu tulis.
Entah itu hal yang kamu rasakan atau tidak.
Hal itu kamu renungi atau tidak.
Tak perlu cemas: Tulis saja!


Tulis saja!
Apa yang mau kamu tulis.
Entah itu hal yang kamu alami atau tidak.
Hal itu kamu pelajari atau tidak.
Tak perlu takut: Tulis saja!


Tulis saja, dan tak perlu takut!
Apakah hal itu bermanfaat atau tidak.
Entah hal itu sudah kamu pikirkan atau tidak.
Jika itu hal yang mau kamu tulis,
Tulis saja!


Tulis saja, dan tak perlu cemas!
Apakah hal itu berdampak atau tidak.
Entah hal itu sudah kamu lakukan atau tidak.
Jika itu hal yang akan kamu tulis,
Tulis saja!


Tulis saja, dan tak perlu bimbang!
Apakah hal itu mencerahkan atau tidak.
Entah hal itu sudah kamu perkirakan atau tidak.
Jika itu hal yang hendak kamu tulis,
Tulis saja!


Tulis saja, dan tak perlu ragu!
Apakah hal itu membahagiakan atau tidak.
Entah hal itu sudah kamu dalami atau tidak.
Jika itu hal yang ingin kamu tulis,
Tulis saja!


Tulis.. Tulis.. Tulis..
Tulis saja!

(Ditotrunan - 23:22)


UNTUKMU YANG SEDANG BERPUISI



Untukmu yang sedang berpuisi..
Aku disini terdiam sendiri..
Memahami maksud dan makna akan puisi-puisimu..
Tapi Aku tak mampu..
Terlalu sempit pengetahuanku akan maksud dan makna dari puisi-puisimu..
Tapi Aku mampu..
Meluangkan waktuku untuk memahaminya..

Untukmu yang sedang berpuisi..
Aku disini terdiam mengambil hikmah..
Mencoba memahami maksud dan makna dari rangkaian kata-kata indahmu..
Tapi Aku tak mampu..
Terlalu  sedikit kosakata indah yang ada dalam memoriku..
Tapi Aku mampu..
Menyabarkan diri untuk mensyukurinya..

Untukmu yang sedang berpuisi..
Kau tahu bahwa kau sedang dalam kebimbangan..
Hati dan akalmu menjadi satu – terbentuklah puisi itu..
Perasaan dan logikamu menjadi satu – terbentuklah puisi itu..
Kau tahu bahwa kau sedang dalam kebimbangan..

Untukmu yang sedang berpuisi..
Cinta dan bencimu tlah bercampur kerinduan..
Bahagia dan sedihmu tlah bercampur kerinduan..
Kau tahu..
Kau bisa merasakannya..
Lewat untaian kata-kata indahmu..

Untukmu yang sedang berpuisi..


SURAT NENEK UNTUK PEMUDA

Aku yang Kini Semakin Tua, Semakin Rentah, Semakin Putus Asa

(Gambar: http://fotografi.lfm-itb.com/)

Kita pernah hidup di sebuah masa tanpa asa.
Kita pernah hidup di sebuah masa tanpa cita.
Dan kita pernah hidup di sebuah masa tanpa makna.

Bukankah itu dulu yang pernah kau katakan, hai anak muda?
Bukankah itu dulu yang menjadi alasan dari setiap perjuanganmu, hai anak muda?
Bukankah itu juga yang menjadikanmu ingin terus bersama kami, hai anak muda?

Dan Aku bertanya:
Kemanakah jiwa-jiwa penegak keadilanmu itu kini?
Jiwa-jiwa pejuang yang merindukan kemenangan?
Jiwa-jiwa ksatria yang mencitakan kejayaan?

Aku yang kini semakin tua, semakin rentah, semakin putus asa

Kini bertanya kepadamu:
Kau yang dulu berjanji untuk terus membela rakyat, sekarang kemanakah aku bisa mempertanyakannya?
Sementara kau memilih untuk diam
Dan yang aku sesalkan kau malah memilih menelan ludahmu sendiri

Apa yang pernah kau kritik;
apa yang sering kau protes;
dan mereka yang menjadi sasaran caci makimu;
kini semuanya ada padamu.
Kini semuanya sah menjadi karaktermu.

Aku yang kini semakin tua, semakin rentah, semakin putus asa
Hanya bisa berpasrah
Sembari berdo'a dalam sujud malam panjangku yang tenang
Menanti keadilan dalam keabadian

CSS (4/12) - pukul 10:55 pm ditemani musik klasik Beethoven :)

DIAMKAH?





Diamkah?


Diamkah jiwa ketika terusik kurawa-kurawa tengik?

Diamkah raga ketika terjerembab dalam lingkungan biadab?

Diamkah lisan ketika dibisukan oleh aturan-aturan busuk yang dilegalkan?

Diamkah akal ketika dibeberkan permasalahan-permasalahan hidup yang semakin meluber?

Diamkah tangan ketika dibenturkan dengan kekuasaan Negara yang hampir saja hancur?

Diamkah kaki ketika terjegal keculasan para penegak hukum dan keadilan?

Diamkah telinga ketika mendengar kemunafikan para koruptor yang berdiam di universitas?

Diamkah mata ketika melihat ketidakadilan para penyeru kesejahteraan rakyat?

Diamkah hati ketika merasakan kegelisahan ini? Wahai kalian yang mempunyai hati.

Aku memanggilmu!


Surabaya, 29 September 2014
1:19 am
+