KEPEMIMPINAN PROFETIK

PENGENALAN
KEPEMIMPINAN PROFETIK

(sumber gambar: tumblr.com)


Pendahuluan

Sebelum saya menuliskan tentang materi ini, saya ingin membagi beberapa hal yang perlu Readers sekalian ketahui bersama. Yang pertama adalah saya mendapatkan materi tentang Kepemimpinan Profetik ini berkat beasiswa kepemimpinan dan mahasiswa berprestasi PPSDMS Nurul Fikri. Salah satu materi yang komitmen diberikan kepada para peserta PPSDMS Nurul Fikri adalah tentang Training Pengembangan Diri, dengan materi berupa Kepemimpinan Profetik. Yang kedua adalah, materi Kepemimpinan Profetik ini disampaikan oleh Bachtiar Firdaus, kami akrab memanggilnya dengan Bang Bachtiar. Perlu diketahui juga, bahwasannya Bang Bachtiar ini adalah Ketua BEM UI tahun 1999. Orangnya sangat powerful dan penuh dengan jiwa pemimpin. :)

Berikut sedikit materi yang bisa saya sampaikan di blog ini. Selamat membaca.


Kepemimpinan Profetik

Allah berfirman dalam Al-Qu’an yang artinya : “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah…”[QS. ‘Ali Imran, 3: 110] juga di ayat lain yang artinya : “Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita Ini dengan benar. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan kami tambah pula untuk mereka petunjuk”. [QS. Al Kahfi, 18:13]

Sedangkan dalam hadist menyebutkan bahwa setiap kita adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan diminta pertanggungjawaban atas orang-orang yang dipimpinnya di Hari Kiamat kelak. Berdasarkan ayat-ayat Allah dan Hadist Rasulullah inilah, PPSDMS membina para pesertanya untuk menjadi pemimpin profetik. Juga meninjau perkataan Rubai bin Amir kepada Panglima Persia Rustum : "Allah telah mengirim kami untuk mengeluarkan siapa yang Dia kehendaki dari penghambaan kepada hamba menjadi penghambaan kepada Allah, dan dari sempitnya dunia menuju keluasan dunia akhirat, dari penyimpangan agama-agama yang ada menuju keadilan Islam.”

Pengertian dari kepemimpinan profetik sendiri adalah kepemimpinan yang membebaskan penghambaan kepada Allah semata. Kepemimpinan profetik dapat kita pelajari dari kisah-kisah kepemimpinan Nabi-Nabi dalam Al-Qur’an. Jika kita mencoba membaca tafsir Al-Qur’an, maka kita akan mendapati sepertiga Al-Qur’an berisi kisah-kisah Nabi dan Rasul. Yang penting, seperti kata Bung Karno, jangan sampai kita hanya mendapat abu sejarah nya saja tetapi api sejarahnya kepemimpinan Nabi-Nabi lah yang harus kita dapat dan kita terapkan dalam proses membangun Indonesia yang lebih baik dan bermartabat ini.

Konsep Alm. Prof. Dr. Kuntowijoyo yang berdasarkan pemahaman Al Qur’an Surat Ali-Imran ayat 110, kepemimpinan profetik adalah kepemimpinan yang membawa misi humanisasi, liberasi, dan transendensi.

Kepemimpinan profetik yang pertama adalah ta’muruna bil ma’ruf, yang diartikan sebagai misi humanisasi yaitu misi yang memanusiakan manusia, mengangkat harkat hidup manusia, dan menjadikan manusia bertanggung jawab atas apa yang telah dikerjakannya.
Kepemimpinan profetik yang kedua adalah tanhauna ’anil munkar yang diartikan sebagai misi liberasi, yaitu misi membebaskan manusia dari belenggu keterpurukan dan ketertindasan. Nah, disini kita harus siap untuk berkonflik dengan orang-orang yang dzalim, dengan para orang-orang yang melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan ideologi kita. Ini tempatnya diluar masjid sebagai zona nyaman untuk mengajak kepada kebaikan.

Kepemimpinan profetik yang ketiga adalah tu’minuna Billah yang diartikan sebagai misi transendensi, yaitu manifestasi dari misi humanisasi dan liberasi yang diartikan sebagai kesadaran ilahiyah yang mampu menggerakkan hati dan  bersikap ikhlas terhadap segala yang telah dilakukan.

Allah berfirman dalam Surat Al-Baqarah yang berbunyi, “Sebagaimana Kami telah mengutus seorang Rasul di antara kamu, yang membacakan kepada kamu sekalian ayat-ayat Kami, membersihkan kamu, mengajarkan kepadamu al-Kitab dan al-Hikmah (as-Sunnah) & mengajarkan kepadamu apa-apa yang belum pernah kamu ketahui.“ (QS. 2: 151). Dari ayat tersebut, dapat kita mengambil 4 poin penting sebagai pembelajaran kita menjadi seorang pemimpin profetik, yakni :

1.  Proses Pembacaan (Penguasaan informasi berupa konsep, teori, dan paradigma dasar). Ini adalah langkah pertama proses pembelajaran. Untuk itu “membacakan ayat-ayat” mengisyaratkan kepada penguasaan informasi yang sudah terumuskan. Kita sebagai pemimpin harus lebih terdepan daripada pengikut kita. Oleh karena itu, kita harus banyak membaca buku-buku. INgat juga, yang kit abaca tak hanya ayat-ayat kauniyah saja, melainkan juga ayat-ayat kauliyah. Kita harus kritis terhadap ilmu yang kita pelajari, terutama dari buku-buku barat yang banyak dijadikan referensi dalam ilmu sosial.

2. Proses penyucian (Purifikasi).  Proses pembersihan yang  diisyaratkan dalam ungkapan ayat “dan membersihkan kamu” ini sangat diperlukan dalam menetralisir pemikiran, perasaan dan moral dari muatan-muatan negatif.

3. Proses pengajaran (Penguasaan Epistemologi dan Methodologi Ilmu Pengetahuan “sciences” dan Kebijaksanaan “wisdom”). Mengajarkan kepadamu al-Kitab dan al-Hikmah (as-Sunnah)

4. Proses Penguasaan Informasi dan Masalah-masalah Baru dan Dinamis. Ini diisyaratkan dalam ungkapan “dan mengajarkan kepadamu apa-apa yang belum pernah kamu ketahui”.

Kepemimpinan Nabi Adam AS. Bukan hanya manusia pertama, Nabi Adam as sekaligus pemimpin profetik pertama manusia. Al-Qur’an-Surat Al-Baqarah ayat 30: “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: “Aku hendak menjadikan khalifah di muka bumi.” Mereka berkata: “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah diana, sedangkan Kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman: “Sungguh Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”

Kriteria utama kesuksesan seorang pemimpin yaitu: kesadaran akan peran dan fungsinya sebagai Khalifah atau wakil Allah di muka bumi. Ini merupakan ciri kepemimpinan profetik yang pertama.

Artinya “Sang Pemimpin” harus disertai visi dan misi ke-Illahiyahan (Ketuhanan) yang kuat dalam bekerja menjalankan amanahnya melayani dan membenahi masyarakat, sehingga terbentuk masyarakat yang “Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur.
Tanpa visi dan misi ke-Illahiyahan yang kuat, keberhasilan seorang pemimpin adalah keberhasilan semu, kesuksesan sementara yang tidak akan meninggalkan kesan dan pengaruh yang kuat untuk generasi penerusnya.

Dalam ayat-ayatnya yang lain, Allah menyatakan bahwa seorang pemimpin profetik itu harus seorang yang Berilmu, Kuat, dan Amanah:

1.    “…Allah telah memilihnya (Thalut) (menjadi raja) kamu dan memberikan kelebihan ilmu dan fisik. Allah memberikan kerajaan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas, Maha Mengetahui. (Al Qur’an-Surat Al-Baqarah ayat 247); 

2.    “Dan ketika dia (Yusuf) telah cukup dewasa, Kami berikan kepadanya hikmah dan ilmu...” (Al Qur’an Surat Yusuf ayat 22);

3.    “Maka Kami telah memberikan pengertian kepada Sulaiman (tentang hukum yang lebih tepat). Dan kepada masing-masing (Dawud dan Sulaiman) Kami berikan hikmah dan ilmu...” (Al Qur’an Surat Al-Anbiya’ ayat 79);

4.    “Dan salah seorang dari kedua (perempuan) itu berkata: Wahai ayahku! (Syu’aib), jadikanlah ia sebagai pekerja (pada kita), sesungguhnya orang yang paling baik yang engkau ambil sebagai pekerja (pada kita) ialah orang yang kuat dan dapat dipercaya.” (Al Qur’an-Surat Al-Qashshash ayat 26).

Seorang pemimpin profetik haruslah seorang yang mempunyai ilmu. Ilmu di sini adalah ilmu pengetahuan dan hikmah yang menjadikan dirinya mampu memutuskan kebijakan yang tepat dan sejalan dengan akal sehat dan syari’at Islam. Seorang yang lemah akalnya, pasti tidak akan mampu menyelesaikan urusan-urusan rakyatnya. Lebih dari itu, ia akan kesulitan untuk memutuskan perkara-perkara pelik yang harus segera diambil tindakan. Pemimpin yang memiliki kekuatan akal akan mampu menciptakan kebijakan-kebijakan cerdas dan bijaksana, yang melindungi dan mensejahterakan rakyatnya. Ilmu yang dalam akan mencegah seorang pemimpin dari tindakan tergesa-gesa, sikap emosional, dan tidak sabar.

Seorang pemimpin profetik harus memiliki kekuatan ketika ia memegang amanah kepemimpinan. Kepemimpinan tidak boleh diserahkan kepada orang-orang yang lemah. Dalam sebuah riwayat dituturkan, bahwa Rasulullah Saw pernah menolak permintaan dari Abu Dzar al-Ghifariy yang menginginkan sebuah kekuasaan. Diriwayatkan oleh Imam Muslim, bahwa Abu Dzar berkata, “Aku berkata kepada Rasulullah Saw, “Ya Rasulullah tidakkah engkau mengangkatku sebagai penguasa (amil)?” Rasulullah Saw menjawab, “Wahai Abu Dzar, sesungguhnya engkau orang yang lemah. Padahal, kekuasaan itu adalah amanah yang kelak di hari akhir hanya akan menjadi kehinaan dan penyesalan, kecuali orang yang mengambilnya dengan hak, dan diserahkan kepada orang yang mampu memikulnya.”

Seorang pemimpin profetik juga harus seorang yang amanah. Orang yang memiliki kredibilitas dan integritas yang tinggi, yang dapat dipercaya oleh masyarakatnya. Tidak goyah oleh godaan harta, tahta, dan nafsu seksual dalam menjalankan amanah kepemimpinannya. Betapa banyak kita saksikan dalam sejarah kepemimpinan manusia, pemimpin-pemimpin yang akhirnya tidak amanah, hanya karena terbius oleh kehidupan yang mewah berlebihan, manisnya kekuasaan, dan akhirnya melakukan korupsi kolusi yang menyengsarakan bangsa dan negaranya.

Kriteria pemimpin profetik yang kelima adalah memiliki daya regenerasi atau seorang yang mampu mewariskan sifat-sifat kepemimpinan profetiknya. Kisah Nabi Ibrahim dalam Al Qur’an-Surat Al-Baqarah ayat 124: “Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat, lalu dia melaksanakannya dengan sempurna. Dia (Allah) berfirman: Sesungguhnya Aku menjadikan engkau sebagai pemimpin bagi seluruh manusia. Dia (Ibrahim) berkata: Dan (juga) dari anak cucuku?. Allah berfirman: (benar, tetapi) janji-Ku tidak berlaku bagi orang-orang zalim.” Karena kepemimpinan profetik bukan hanya janji antara Allah dengan hamba-Nya atau antara hamba yang satu dengan hamba yang lain semata. Tetapi kepemimpinan profetik adalah janji antara Allah dan kontrak antara hamba yang satu dengan hamba yang lain sekaligus.

Kesemuanya itu dilandasi ketaqwaan yang merupakan karakteristik keenam yang penting dimiliki seorang pemimpin maupun penguasa.

Sebegitu penting sifat ini, tatkala mengangkat pemimpin perang maupun ekspedisi perang, Nabi Muhammad selalu menekankan aspek ini kepada para pemimpinnya. Dalam sebuah riwayat dituturkan bahwa tatkala Nabi Muhammad melantik seorang panglima pasukan atau ekspedisi perang Beliau berpesan kepada mereka, terutama pesan untuk selalu bertaqwa kepada Allah dan bersikap baik kepada kaum Muslim yang bersamanya. (Hadis Riwayat Muslim dan Ahmad). Al Qur’an Surat Al-Maidah ayat 55-56: “Sesungguhnya pemimpin kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah). Dan barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi pemimpinnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang.” 

0 comments:

Post a Comment

+