Semalam Lailatul Qadr? - Ramadhan 1438 H/ 2017 M


Gambar: Milky Way from Earth
Sumber:  http://www.nmgncp.com


Hari itu tak seperti biasanya. Bermula dari aktifitasku ba'da shalat ashar pada hari ke-22 menjalani puasa Ramadhan. Aku memutuskan pergi ke Tempat Pemakaman Umum (TPU) untuk bersih-bersih beberapa makam saudara. Ritual rutin menjelang lebaran (meski Abahku sendiri setiap Jum'at Legi kesana). Sore itu, kulihat cuaca sangat cerah. Terlebih lagi, suasananya sejuk sekali. Sepanjang sore di makam, aku tak mendapati suara satu binatang pun yang bisa aku dengar. Padahal, posisi makam dikelilingi persawahan di ketiga sisinya (kecuali bagian barat makam yang sudah menjadi rumah-rumah). Sementara itu, aku melihat pepohonan sengon dimana daunnya bergerak-gerik lambat terkena angin yang juga bergerak lambat (daun sengon itu kecil ya). Sebenarnya bisa dibilang tidak ada angin.

Tak terasa waktu sudah menunjukkan jam lima sore, aku harus pulang kerumah untuk mandi dan persiapan berbuka. Lagipula, keperluanku untuk bersih-bersih makam sudah selesai. Jam buka puasa atau maghrib di sini jatuh pukul 17.25 WIB.

Setelah shalat maghrib dan berbuka, aku melanjutkan untuk bersiap shalat isya' dan tarawih berjamaah. Kali ini aku pergi ke Masjid Agung Anas Mahfudz Lumajang yang berada tepat di jantung kota Lumajang. Sudah lama sekali aku tak pernah shalat Tarawih di mesjid ini. Seingatku, jika tak salah, terakhir kali aku pernah shalat tarawih disini sekitar SMP kelas 1. Artinya, itu sudah lebih dari 10 tahun yang lalu. Lama sekali.

Aku niatkan untuk sekalian i'tikaf. Shalat tarawih disini selesai sekitar pukul 19:40 WIB. Lalu, aku lanjutkan untuk tadarrus Al-Qur'an.

Singkatnya, setelah dapat 2 juz bacaan aku memutuskan untuk pulang. Tenggorokanku kering karena pas berbuka tadi minum segelas teh manis hangat dan setengah gelas air putih saja. Mengingat juga, jarak antara mesjid dengan rumah hanya sekira 250 meter sahaja, jadi aku ambil opsi pulang. Sebenarnya, sore tadi sudah berpikiran mau bawa air mineral tapi ternyata sesampai di mesjid baru ingat. Salah saya. I'tikaf memang perlu persiapan, tak hanya batin tapi juga badan/fisik.

Malam itu langit masih cerah, namun cahaya bintang tak terlalu tampak (seperti biasa) seolah tak ada tempat untuknya atau cahayanya tak diijinkan-Nya untuk bersinar terang. Selain itu, malam itu terasa tenang dan damai.

Sekadar informasi, yang aku suka dari Lumajang adalah tingkat polusi udara disini masih rendah. Jika kita coba menghadapkan wajah ke langit maka bisa kita dapati gemerlap bintang gemintang dengan apik di kala langit cerah. Apalagi di sepertiga malam hingga shubuh tiba. Sangat berbeda dengan pengalaman saya dan Anda ketika di Surabaya.

Malam itu langit masih cerah, udaranya masih sejuk. Cukup kontras jika dibandingkan dengan hari-hari sebelumnya yang cenderung dingin. Saat itu aku tak mengecek berapa temperatur pastinya, yang jelas aku bisa merasakannya karena aku tipe orang yang tidak kuat kondisi dingin.

Sesampai dirumah, aku melanjutkan untuk tadarrus Al-Qur'an kembali. Tak terasa waktu sudah menunjukkan jam setengah dua belas malam, aku putuskan untuk mencukupkan bacaanku dan bersiap istirahat. Malam itu tenang sekali. Padahal di pekarangan rumah belakang ada beberapa ayam kampung dan Jago milik Abahku yang kadang ramai. Sampai tiba waktu sahur, shubuh dan ba'da shubuh mereka (para ayam) masih tenang sekali.

Sekira pukul 1 dini hari, aku mulai tertidur. Sialnya, aku terbangun pukul 3 pagi.

Singkat cerita, sehabis shubuh dan baca Al-Qur'an, sekira jam 6 pagi matahari mulai muncul sinarnya. Sepertinya agak terlambat beberapa menit dari sebelumnya. Aku coba melihatnya.

Pagi itu masih cerah, dan udaranya masih sejuk. Padahal pagi-pagi sebelumnya dan sesudahnya, udara masih dingin khas Lumajang.

Sinar matahari kala itu tak seperti biasanya (setidaknya bagiku yang melihat dan merasakan). Matahari bersinar, tapi sinarnya tidak terlalu terang (teduh) seolah matahari kehilangan sinarnya. Sinarnya agak kemerahan. Mungkin karena sinarnya yang teduh, seolah saya merasakan kalau matahari agak terlambat datangnya.

Dari tanda-tanda itu, aku memiliki dugaan bahwa mungkin saja Lailatul Qadr jatuh pada malam 23 Ramadhan. Wallahu'alam.

Dari situ, sekira siang hari aku coba mencari jejak digitalnya. Barangkali ada yang merasakan sama denganku. Dari keseluruhan media di internet, aku hanya menemukan di jalur twitter beberapa kicauan yang setidaknya sama dengan apa yang kurasakan. Mereka dari beberapa daerah di Malaysia. Ada juga yang di Jakarta dan daerah Sumatra yang berkicau hampir sama. Aku juga membuka media facebook, aku coba tanyakan di sebuah grup daerah. Beberapa orang menjawabnya dengan jawaban 'mungkin saja iya', karena mereka juga merasakannya. Ada yang upload foto bulan yang separuh.

Wah, kalau begitu mungkin saja benar bahwa Lailatul Qadr jatuh semalam.

Dari keseluruhan tulisan diatas, aku mau memberi catatan sebagai pengingat diriku sendiri:

1. Mungkin saja benar, bahwa semalam Lailatul Qadr.

2. Meskipun benar semalam Lailatul Qadr, tetaplah beribadah sebagaimana biasanya. Kalau bisa tingkatkan.

3. Memahami tanda-tanda Lailatul Qadr berdasar Al-Hadist dan pendapat ulama' sangatlah perlu dan akan bermanfaat ketika kita merasakan/mendapati tandanya.

4. Lailatul Qadr itu memang misteri. Ada orang-orang yang bisa merasakan kehadirannya, namun jauh lebih banyak orang yang tidak bisa merasakannya.

5. Lailatul Qadr itu memang misteri. Ada orang-orang yang oleh Allah SWT diberikannya malam itu, namun jauh lebih banyak orang yang tidak diberikan malam itu..

6. Pesan Abahku sepertinya harus kumasukkan juga: ndak usah terlalu berpatokan pada malam ganjil di sepuluh hari terakhir Ramadhan. Ambil semua kesepuluh hari terakhir dengan beribadah yang maksimal.

7. Lailatul Qadr memang rahasia Allah SWT. Dan orang yang mendapatkannya pun juga akan merahasiakannya. Ia tentu tak akan mengumbarnya karena ia telah menemukan cinta-Nya , hidupnya hanyalah untuk Tuhannya - Allah SWT semata. Allah SWT selalu hadir dan ada dalam kehidupannya. Ia akan menghargai dan mentaati-Nya di setiap malam tak terbatas pada saat Ramadhan sahaja.

8. Lailatul Qadr sepertinya akan sulit didapatkan oleh mereka yang masih ingat urusan dunia.

9. Lailatul Qadr juga sepertinya sulit didapatkan oleh mereka yang berburu Lailatul Qadr tapi lupa untuk melakukan kepasrahan total dan pengharapan ridha kepada Allah SWT.

10. Lailatul Qadr memang sebuah misteri yang hanya Allah SWT dan orang-orang yang dipilih-Nya yang mengetahui.

11. Semua orang bisa mendapatkan Lailatul Qadr. Ulama', Kiai, Ustadz, Guru, Dosen, Kepala Desa, Pengusaha, Buruh Pabrik, Tukang Gali Kubur, Tukang Parkir, Cleaning Service Bandara, apapun jenis profesi dan tingkat sosialnya. Tapi, tak semua orang dipilih Allah SWT untuk diberikan-Nya malam mulia itu.

Ke-sebelas catatan diatas semoga bisa menjadi pengingatku jika masih ada umur dan diijinkan untuk bertemu kembali dengan Ramadhan-Ramadhan berikutnya. Aamin YRA.

Yaa Allah, Yaa Ghaffar, Yaa Ghofur, Yaa Afuww. Astaghfirullah. Ampunilah segala dosa-dosaku, dan dosa kedua orangtuaku. Aamin.. Aamin.. Aamin YRA.


Lumajang, 25 Juni 2017/ 1 Syawal 1438 H
Pukul 01:43























0 comments:

Post a Comment

+