Kutipan: Anak Semua Bangsa - Tetralogi Buru

Anak Semua Bangsa
Pramoedya Ananta Toer
Lentera Dipantara
Cetakan 13, September 2011

(sumber gambar: goodreads)



"Barangsiapa tidak tahu bersetia pada azas, dia terbuka terhadap segala kejahatan: dijahati atau menjahati."
-- Nyai Ontosoroh, halaman 5


"Kalau hati dan pikiran manusia sudah tak mampu mencapai lagi, bukankah hanya pada Tuhan juga orang berseru?"
-- Robert Jan Dapperste, halaman 43


"Negeri Matari Terbit, Negeri Kaisar Meiji itu berseru pada perantauannya, menganjurkan: belajar berdiri sendiri! Jangan hanya jual tenaga pada siapapun! Ubah kedudukan kuli jadi pengusaha, biar kecil seperti apa pun; tak ada modal? Berserikat, bentuk modal! Belajar kerjasama! Bertekun dalam pekerjaan!"
-- Berita koran, halaman 59


"Penghinaan yang bodoh hanya akan memukul diri sendiri."
-- Jean Marais, halaman 62


"Jarak peradaban itu, berapa pun langkahnya, tidak penting. Bagaimana pun yang kuat akan menelan yang lemah. Biar pun yang kuat itu hanya kecil."
-- Marteen Nijman, halaman 69


"Kau Pribumi terpelajar! Kalau mereka itu, Pribumi itu, tidak terpelajar, kau harus bikin mereka jadi terpelajar. Kau harus, harus, harus, harus bicara pada mereka, dengan bahasa yang mereka tahu."
-- Jean Marais, halaman 72


"...mendapat upah karena menyenangkan orang lain yang tidak punya persangkutan dengan kata-hati sendiri, kan itu di dalam seni namanya pelacuran?"
-- Jean Marais, halaman 78




"Sepandai-pandai ahli yang berada dalam kekuasaan yang bodoh ikut juga jadi bodoh."
-- Khouw Ah Soe, halaman 88




"Kepercayaan itu justru kekuatan yang menggerakkan kami. Kami tak pernah dijajah oleh ras lain, kami takkan rela mendapatkan pengalaman demikian. Sebaliknya kami pun tak ada impian untuk menjajah ras lain. Itu kepercayaan. Orang tua-tua kami bilang: Di langit ada sorga, di bumi ada Hanchou, dan kami menambahkan: di hati ada kepercayaan."
-- Khouw Ah Soe, halaman 89




"Jangan remehkan satu orang, apalagi dua, karena satu pribadi pun mengandung dalam dirinya kemungkinan tanpa batas."
-- Nyai Ontosoroh, halaman 108




"Jangan agungkan Eropa sebagai keseluruhan. Dimana pun ada malaikat dan iblis. Dimana pun ada iblis bermuka malaikat, dan malaikat bermuka iblis. Dan satu yang tetap, Nak, abadi: yang kolonial, dia selalu iblis."
-- Nyai Ontosoroh, halaman 110



"Kau, Nak, paling sedikit harus bisa berteriak. Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapa pun? Karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh dikemudian hari."
-- Nyai Ontosoroh, halaman 112


"Dulu suatu bangsa bisa hidup aman di tengah-tengah padang pasir atau hutan. Sekarang tidak. Ilmu pengetahuan modern mengusik siapa saja dari keamanan dan kedamaiannya. Juga manusia sebagai makhluk sosial dan sebagai individu tidak lagi bisa merasa aman. Dia dikejar-kejar selalu, karena ilmu pengetahuan modern memberikan inspirasi dan nafsu untuk menguasai: alam dan manusia sekaligus. Tak ada kekuatan lain yang bisa menghentikan nafsu berkuasa ini kecuali ilmu pengetahuan itu sendiri yang lebih unggul, di tangan manusia yang lebih berbudi ...."
-- Khouw Ah Soe, halaman 123


"...sebesar-besar ampun adalah yang diminta seorang anak dari ibunya, sebesar-besar dosa adalah dosa anak kepada ibunya."
-- Robert Mellema, halaman 130


"Untuk apa hidup sesungguhnya? Bukan untuk menampung semua yang tidak diperlukan."
-- Nyai Ontosoroh, halaman 148


"Apa artinya pandai kalau tak berbahagia di rumah sendiri? Belajar bekerja juga penting -- belajar membangun kehidupan sendiri. Sekolahan kan cuma, penyempurna saja?"
-- Jean Marais, halaman 150


"...Kartini pernah mengatakan: mengarang adalah bekerja untuk keabadian? Kalau sumbernya abadi, bisa jadi karangan itu menjadi abadi juga."
-- Kommer, halaman 162


"Dan untuk kesekian kalinya terpikir olehku: lulus H.B.S. ternyata hanya makin membikin orang tahu tentang ketidaktahuan sendiri. Maka kau harus belajar berendahhati, Minke! Kau, lulusan H.B.S.! sekolahmu itu belum lagi apa-apa ...."
-- Minke, halaman 163


"Tak mungkin bisa mendekati orang tanpa terlebih dahulu menghampiri hatinya."
-- Minke, halaman 236


"Kehidupan ini seimbang, Tuan. Barangsiapa hanya memandang pada keceriaannya saja, dia orang gila. Barangsiapa memandang pada penderitaannya saja, dia sakit."
-- Kommer, halaman 265



"...Ia melihat semua orang yang menderita sebagai sahabatnya, semua ketidakadilan sebagai musuhnya. Tidak seharusnya orang mesti melihat keceriaan dan derita sebagai satu keseimbangan. Kan kehidupan lebih nyata daripada pendapat siapa pun tentang kenyataan?"
-- Nyai Ontosoroh, halaman 266


"...pidato dalam tulisan adalah seburuk-buruknya tulisan."
-- Kommer, halaman 269


"Kritik boleh ditangkis, tapi harus didengarkan dulu, direnungkan, kalau perlu tidak ditangkis dan diterima sebagai saran. Orang tak perlu marah mendapatkan kritik."
-- Kommer, halaman 270


"Pengarang yang baik, Tuan Minke, seyogyanya dapat memberikan kegembiraan pada pembacanya, bukan kegembiraan palsu, memberikan kepercayaan, hidup ini indah. Jangan pembaca itu dijejal dengan penderitaan tanpa kepercayaan bahwa, seberat-berat penderitaan juga bisa dilawan, dan begitu dilalui bukan saja hilang bobotnya sebagai penderitaan, malah terasa sebagai lelucon. Berilah harapan pada pembaca Tuan."
-- Kommer, halaman 270


"Dengan hanya memandang manusia pada satu sisi, orang akan kehilangan sisinya yang lain."
-- Kommer, halaman 272


"...menulis bukan hanya untuk memburu kepuasan pribadi. Menulis harus juga mengisi hidup."
"Jean Marais, halaman 280


"Konsepsi yang salah bisa menganak-biakkan banyak kesalahan."
-- Marteen Nijman, halaman 287


"Orang bisa percaya pada segala yang tidak benar. Sejarah adalah sejarah pembebasan dari kepercayaan tidak benar, perjuangan melawan kebodohan, ketidaktahuan."
-- Marteen Nijman, halaman 289


"Lihat kapal itu, juga milik K.P.M., modal Sri Ratu juga ada di dalamnya. Seperti pada kapal ini. Semua dibikin oleh tukang dan insinyur pandai. Mesin-mesinnya dibikin oleh penemu-penemu mahapandai. Tapi semua itu milik sang modal. Yang tak bermodal hanya akan jadi kuli, tidak lebih, biar kepandaiannya setinggi langit, lebih pandai daripada dewa-dewa Yunani dan Romawi sekaligus ...."
-- Ter Haar, halaman 416



"Manusia tetap yang dulu juga, ruwet dan pusing dengan nafsunya yang sama dan itu-itu juga, seperti di jaman wayang dulu."
-- Minke, halaman 436


"Hanya dari jerih payah sendiri orang bisa merasai kebahagiaan."
-- Robert Mellema, halaman 448


"Dalam pelik-pelik kehidupan ini, memang apa yang pernah kau pelajari di sekolah hanya permainan kanak-kanak. Kau sudah cukup dewasa, untuk mengerti hukum serigala yang berlaku dalam kehidupan, di antara mereka, juga di antara kita sendiri. Sebentar lagi kau akan lihat, apa yang kukatakan ini tidak meleset dan tidak akan meleset."
-- Nyai Ontosoroh, halaman 462


"Sahabat dalam kesulitan adalah sahabat dalam segala-galanya. Jangan sepelekan persahabatan. Kehebatannya lebih besar daripada panasnya permusuhan."
-- Nyai Ontosoroh, halaman 484


"Meniru apa saja yang baik dan bermanfaat justru tanda-tanda kemajuan, bukan suatu nista seperti diejekkan oleh beberapa pendapat kolonial. Semua pribadi dan bangsa memulai dengan meniru sebelum dapat berdiri sendiri."
-- Minke, halaman 487


"Semua yang terjadi di kolong langit adalah urusan setiap orang yang berpikir."
-- Kommer, halaman 522





***
End.
Lanjut buku ke-3: Jejak Langkah



0 comments:

Post a Comment

+