MENGHIJAUKAN MINDSET, MENUJU ITS ECO CAMPUS
Oleh : Abdul Ghofur, Mahasiswa Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
Pendahuluan
Didalam
tubuh yang sehat terdapat jiwa yang bersih. Kalimat tersebut sering kita jumpai
saat masih sekolah dasar dulu. Lalu apa sekarang? Masihkah sering kita jumpai
kalimat tersebut di kampus-kampus? Khususnya di kampus kita, ITS. Jujur saja,
saya belum pernah menjumpai kata-kata tersebut, mungkin karena sudah tak cocok
dengan gelar “mahasiswa” yang berpendidikan tinggi. Akhir-akhir ini kampus ITS
dengan segenap civitas akademika dan semua stakeholder-nya sedang gencar-gencarnya menjalankan program ITS Eco Campus. Menjadikan kampus ITS
menjadi -ITS Eco Campus- kampus yang berwawasan lingkungan. Namun, dibalik
semua kegiatan dan program eco-campus
yang sudah tersusun dengan rapi dan sebagian sudah berjalan dengan baik,
akankah dapat bertahan dan berjalan secara berkelanjutan?
Pengertian
Eco Campus
Sebenarnya makna khusus dari Eco Campus
sendiri adalah kampus yang berwawasan lingkungan dan hemat akan energi.
Berwawasan lingkungan bukan hanya berarti kampus yang penuh dengan pohon gede-gede, tetapi juga bagaimana sampah
yang terbuang dapat dimanfaatkan lagi. Misalnya begini, mahasiswa yang notabene
mayoritas adalah anak kos, kebanyakan membeli minuman dalam bentuk botol, botol
plastik misalnya. Nah, sehabis minum kebanyakan mereka langsung membuang bekas botol minumannya tanpa
menyadari potensi komersil dan lingkungan yang dibawa oleh botol minuman tadi.
Mahasiswa ITS sendiri misalnya, kurang lebih jumlah mereka adalah 10.000
mahasiswa. Dimisalkan hanya 10% saja yang mengonsumsi minuman dalam bentuk botol
plastic kemudian dibuang. Sehingga didapatkan kurang lebih 1000 botol plastik.
Sungguh angka yang tidak kecil untuk sehari. Seharusnya hal ini bisa berpotensi
meningkatkan daya kreatif mahasiswa ITS sendiri.
Antara
Mindset dan Kebiasaan
Sebagai mahasiswa yang sangat dihormati masyarakat, seharusnya kita mampu untuk semaksimal mungkin menjadi contoh yang baik karena berpendidikan tinggi. Seperti perilaku membuang sampah atau peduli terhadap lingkungan misalnya. Peran mahasiswa sebagai agent of change seharusnya bisa mengubah pola pikir masyarakat sekitar terlebih dahulu agar dapat menjadikan negara ini menjadi negara yang benar-benar mencintai dan peduli akan kondisi lingkungannya, sebagai negara yang kaya akan berbagai jenis flora, sebagai Zamrut Khatulistiwa.
Memisalkan
seseorang yang membuang sampah dengan seenaknya sendiri, dengan petugas kebersihan yang sudah menjadi
rutinitas kerjanya, sebetulnya jika dilihat secara logika tak akan pernah
bertemu dan saling meniadakan. Hubungan ini sangatlah timpang. Karena, percuma
saja ada tempat sampah namun kita sendiri tetap membuang sampah dengan
sembarangan. Jumlah antara tukang kebersihan dan mahasiswa sendiri sangatlah
jauh perbandingannya. Dengan membuang sampah pada tempatnya, akan berdampak
baik bagi lingkungan. Terutama di lingkungan kampus itu sendiri. Lingkungan
akan terasa bersih dan nyaman, tidak tercium bau-bau “aneh” karena bekas
bungkus makanan yang terbuang dan menginap beberapa hari.
Saat ini, ITS sedang mencanangkan
program ITS ECO CAMPUS, sebuah
program yang menjadikan kampus ITS berwawasan lingkungan. Memang kita lihat di
lingkungan ITS sendiri, di banyak spot terdapat tanaman muda yang baru ditanam,
jumlahnya pun tak sedikit. Tetapi, bagian dari Eco Campus sendiri bukanlah hanya sekadar membuat kampus hijau
karena banyaknya pohon. Perlunya pola pikir menjaga dan memeliharanya menjadi
factor yang penting dalam keberhasilan ITS
Eco Campus. Ibaratnya sebuah gunung es, Eco
Campus hanyalah bagian pucuk kecil dari puncak gunung es ini. Kita tahu,
bahwa gunung es terdiri dari 20% bagian yang terdapat diatas permukaan air
laut. Sementara 80% terdapat dibawah permukaan air laut. Ini menganalogikan
kondisi sebuah kampus yang ingin disebut dan dicap sebagai Eco Campus. Sebelum mencapai puncaknya, tantangan terberat adalah
mindset semua civitas akademika dan stakeholder dari ITS sendiri yang
dianalogikan sebagai 80% gunung es.
Berbicara mindset atau pola pikir,
tentu berhubungan dengan sebuah perilaku manusia yang disebut dengan kebiasaan.
Kebiasaan seseorang untuk hidup sehat, tentu menjadikan pola pikirnya pun
menjadi sehat. Ia akan melakukan hal-hal yang akan menunjang pencapaian goalnya, seperti makan makanan bergizi,
menjaga kebersihan diri dan lingkungan sekitar, juga dengan melakukan olahraga
misalnya. Namun, sesseorang yang sudah terbiasa untuk hidup nyaman –seenaknya
sendiri- membuat ia melakukan aktivitasnya dengan sesukanya sendiri. Membuang
bungkus plastic di sembarang tempat. Pas pergi ke kampus naik motor sambil
minum, setelah habis airnya, pluk, botol
dibuang di jalan begitu saja. Memang itu membuat nyaman orang tersebut. Tetapi
bagaimana dengan anda apabila melihat seseorang melakukannya, apalagi itu
adalah salah satu dari mahasiswa ITS, dimana gembor-gembor ITS Eco Campus
sedang mewabah?
Green
Lifestyle
Mahasiswa ITS
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya, ITS, merupakan salah satu kampus terbaik di Indonesia. Sebagai
institusi perguruan tinggi yang terbaik, ITS pun tak mau ketinggalan dengan
institusi perguruan tinggi lainnya seperti UI dan ITB. Bukan hanya pada aspek
intelektualitasnya saja, tetapi juga dalam proses pengembangan cara berpikir
civitas akademikanya dan menjadikan institusi ini sebagai pusat peradaban bangsa.
Eco Campus misalnya, ini adalah
salah satu program yang bergengsi dimana kondisi kampus yang berwawasan
lingkungan dan hemat akan energy menjadi poin terpenting. ITB misalnya yang
terlebih dulu mencanangkan ITB Eco Campus. Juga masih ada UI yang wilayahnya
masih asri dan berwawasan lingkungan karena luasnya areal yang masih kosong.
Mungkin ITS harus belajar banyak dari ITB dan UI.
Di ITB, UI, juga IPB terdapat
peminjaman sepeda kampus. Cara ini memang salah satu upaya kampus untuk
menggalakkan manfaat dari bersepeda. Bagaimana dengan ITS sendiri? Memang di
kampus kita ini belum ada peminjaman sepeda kampus. Namun, yang perlu digaris
bawahi disini adalah bukan karena adanya sepeda kampus lalu membuat kampus
menjadi terkesan Eco Campus. Jika kita lihat lebih dalam, adanya sepeda kampus
hanyalah cara kecil menuju kampus yang benar-benar Eco Campus. Kesadaran dan
gaya hidup dari semua civitas akademika menjadi faktor utama menuju Eco Campus.
Gaya hidup mahasiswa seperti
membuang sampah pada tempatnya, peduli pada lingkungan sekitar juga membantu
menuju ke Eco Campus. Anda tak perlu pergi ke kampus dengan bersepeda jika
sebetulnya anda memang tak ingin bersepeda karena memang tidak ada sepeda.
Namun anda dapat menyumbang penghematan energi dengan membonceng teman satu kos
misalnya yang sama-sama membawa sepeda motor. Ini akan mengurangi jumlah polusi
akibat kuantitas kendaraan yang beroperasi. Atau mungkin saja ketika anda
berada di kelas terakhir, melihat kondisi ruangan dengan lampu dan AC yang
masih hidup, anda juga bisa melakukan penghematan dengan mematikan lampu dan AC
tersebut. Ini akan mengurangi pemakaian listrik sebagai upaya penghematan
energi.
Jika
cara-cara di atas masih belum bisa anda terapkan, anda bisa memakai cara
membawa makanan tidak dalam keadaan dibungkus dengan kertas bungkus. Ini akan
mengurangi jumlah pemakaian kertas. Atau pas anda membeli makanan, anda bisa
menolak untuk diberi kantong plastik misalnya jika masih memungkinkan untuk
tidak dibungkus dengan kantong plastik tersebut. Masih banyak cara yang bisa
kita lakukan, tentu dengan pola pikir yang baik dan keniatan untuk tetap
konsisten dengan tujuan kita menuju ITS Eco Campus.
Vivat!
Hidup ITS! Hidup ITS! Hidup ITS!
*essay diatas berhasil menjuarai (Juara 2) Lomba Essay ITS Greenweeks BEM ITS bekerjasama dengan Astra 1st International tahun 2012
0 comments:
Post a Comment