Mencipta Seorang Expert di Organisasi

Mencipta Seorang Expert di Organisasi

(img src: Be-Art)


Istilah yang kerap menjadi candaan atau pujian dalam organisasi seringkali tak terlepas dari salah satu hal berikut, misalnya: "Bapak itu memang ahlinya ahli!"

Namun, benarkah seorang yang kita anggap "ahlinya ahli" tersebut benar-benar "ahli" dalam wilayah yang lebih luas: keilmuan (knowledge) dan kemampuan (skills)? Sehingga cap yang kita berikan tersebut tidak salah sasaran dan seseorang yang kita anggap ahli tersebut juga dapat dianggap dan diakui sebagai ahli oleh orang lain baik di organisasi kita sendiri maupun di luar organisasi kita. Ini menarik untuk saya pelajari (tentu dari sumber terpercaya) dan akan mencoba sharing dan bahas di blog.

Barangkali kita semua perlu untuk bersepakat dahulu jika seorang ahli (expert) itu diciptakan dan bukan dilahirkan. Kesimpulan ini saya salin dan berdasarkan pada beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk melihat kinerja luar biasa seseorang dengan menggunakan metode ilmiah yang dapat diverifikasi dan direproduksi ditempat lain. Kebanyakan hasil dari penelitian tersebut telah dikompilasi dengan sangat apik dalam The Cambridge Handbook of Expertise and Expert Performance, yang diterbitkan Cambridge University Press dan diedit oleh Karl Anders Ericsson. Anda bisa memperoleh buku tersebut di link berikut: The Cambridge Handbook of Expertise and Expert Performance.

Dalam buku tersebut banyak dibahas terkait penelitian-penelitian yang sudah dilakukan. Mulai dari bidang:
  • bedah kedokteran,
  • seni peran, 
  • catur, 
  • menulis, 
  • computer programming
  • seni tari, 
  • seni musik, 
  • dan masih banyak lagi.
Dalam hal mencapai titik dimana kinerja unggul benar-benar nyata dan dapat dirasakan dampaknya, tentu bukanlah perjalanan yang mudah dan bisa ditempuh dalam waktu yang cepat. Perjalanan ini bukanlah untuk mereka yang lemah hati atau tidak sabaran. Atau orang-orang yang cepat puas dan mengambil kesimpulan dini. Dari sini, kita bisa menarik kesimpulan bahwa para ilmuwan hebat semacam Edison, Einstein, atau Newton adalah orang-orang yang kuat hati, sabar, dan tidak cepat puas dalam melahirkan teori yang kelak saat ini banyak terbukti dan kita pakai dalam kehidupan.


Pengembangan keahlian sejati membutuhkan perjuangan, pengorbanan, dan penilaian diri yang jujur dan seringkali menyakitkan. Sebagaimana meraih kesuksesan, untuk menjadi seorang ahli pun juga tidak ada jalan pintas. Kita membutuhkan setidaknya satu dekade untuk mencapai titik dimana keahlian itu berada, dan Anda perlu menginvestasikan waktu itu dengan bijak, dengan melakukan praktik-praktik yang berfokus pada tugas di luar tingkat kompetensi dan kenyamanan kita saat ini. 

Kita juga membutuhkan pelatih yang berpengetahuan luas yang tidak hanya membimbing kita melalui latihan-latihan yang sifatnya rutin (by design) tetapi juga untuk membantu kita belajar bagaimana melatih diri sendiri. Menyambungkan dengan pepatah arab: "Musuh terbesar adalah melawan diri sendiri."

Di atas segalanya, jika Anda ingin mencapai kinerja puncak sebagai manajer dan pemimpin di organisasi apapun, Anda perlu untuk mengesampingkan mitos-mitos tentang kejeniusan seseorang yang membuat banyak orang berpikir bahwa mereka tidak dapat mengambil pendekatan ilmiah untuk mengembangkan keahlian dan mencapai kinerja unggul. Mitos tersebut sangatlah tidak baik dan seringkali membuat kita keliru dalam memahami dan menetapkan tujuan.

Lalu, bagaimana Anda dapat mengetahui bahwa Anda sedang berhadapan dengan seorang ahli sejati?

Ericson dalam beberapa publikasinya menjelaskan bahwa keahlian sejati setidaknya harus melewati tiga ujian. Pertama, itu harus mengarah pada kinerja yang secara konsisten lebih unggul dari rekan-rekan ahli. Kedua, keahlian yang nyata selalu menciptakan hasil yang konkrit. Ahli bedah otak, misalnya, tidak hanya harus terampil dengan pisau bedah mereka tetapi juga harus memiliki hasil yang sukses dengan pasien mereka. Seorang pemain catur harus bisa memenangkan pertandingan dalam turnamen. Akhirnya, keahlian sejati dapat direplikasi dan diukur di laboratorium. Seperti yang dikatakan oleh ilmuwan Inggris Lord Kelvin, "Jika Anda tidak dapat mengukurnya, Anda tidak dapat memperbaikinya."

(img src: AZ Quotes)

Keterampilan di beberapa bidang, seperti olahraga, mudah diukur. Kompetisi distandarisasi sehingga setiap orang bersaing di lingkungan yang sama. Semua pesaing memiliki garis start dan finish yang sama sehingga setiap orang dapat menyepakati siapa yang lebih dulu masuk. Standarisasi itu memungkinkan perbandingan antar individu dari waktu ke waktu, dan tentu saja mungkin dalam bisnis juga. Pada hari-hari awal Wal-Mart, misalnya, Sam Walton mengatur kompetisi di antara manajer toko untuk mengidentifikasi toko-toko yang memiliki profitabilitas tertinggi. Setiap toko di rantai pakaian Nordstrom memposting peringkat tenaga penjualannya, berdasarkan penjualan mereka per jam, untuk setiap periode pembayaran.

Meskipun demikian, sering kali sulit untuk mengukur kinerja seorang ahli – misalnya, dalam proyek yang membutuhkan waktu berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun untuk diselesaikan dan yang dapat disumbangkan oleh lusinan individu.

Terkait dengan kepemimpinan seorang ahli juga sulit untuk dinilai. Sebagian besar tantangan kepemimpinan sangat kompleks dan spesifik untuk perusahaan tertentu, yang membuat sulit untuk membandingkan kinerja di seluruh perusahaan dan di situasi manapun. Namun, itu tidak berarti bahwa para ilmuwan harus angkat tangan dan berhenti mencoba mengukur kinerja. 

Salah satu metodologi yang dapat digunakan untuk menghadapi tantangan ini adalah dengan mengambil situasi yang representatif dan mereproduksinya dalam skala laboratorium. Misalnya, kita menghadirkan perawat ruang gawat darurat dengan skenario yang mensimulasikan situasi yang mengancam jiwa. Setelah itu, kita membandingkan respons perawat di laboratorium dengan hasil aktual di dunia nyata. Para peneliti telah mendapatkan hasil bahwa kinerja dalam simulasi dalam kedokteran, catur, dan olahraga berkorelasi erat dengan pengukuran objektif kinerja ahli, seperti rekam jejak pemain catur dalam memenangkan pertandingan.

Metodologi pengujian juga dapat dirancang dan diimplementasikan untuk profesi di industri kreatif seperti seni dan menulis. Para peneliti telah mempelajari perbedaan di antara seniman visual individu, misalnya, dengan meminta mereka menghasilkan gambar dari kumpulan objek yang sama. Dengan menyembunyikan identitas seniman, gambar-gambar ini dievaluasi oleh juri seni, yang penilaiannya jelas setuju dengan kemampuan seniman, terutama dalam hal teknis menggambar. Peneliti lain telah merancang tugas objektif untuk mengukur keterampilan persepsi superior seniman tanpa bantuan juri.


0 comments:

Post a Comment

+