Kita dan Rezeki


Sebagai makhluk fana yang hidup dalam alam fana, menjadi fitrah manusia jika mencintai harta. Harta itu bisa berupa uang, perhiasan, tanah, mobil, rumah, sawah dan ladang, atau bentuk lainnya yang memiliki nilai materi ketika digunakan semasa hidup di dunia. 

Sejarah mencatat pelbagai peristiwa yang berakhir dengan pembunuhan maupun perang adalah karena keinginan untuk menguasai sumber ekonomi, menguasai harta sebanyak mungkin.

Nyatanya, harta memang menjadi godaan yang berat bagi setiap manusia. Tak terkecuali ia yang sudah dikenal jujur dan berintegritas sekalipun.

Sifat manusia memang menjadikannya sebagai tempat salah dan khilaf, dan kita menyadari betul akan hal tersebut. Namun, meski memahaminya dengan baik sekalipun kita seringkali terlena dan tak sadar telah menjadi "budak materi" dengan mempertontonkan segala bentuk materi itu sendiri. Tanpa kita sadari.

Disisi lainnya, harta menjadi faktor penting dalam peristiwa-peristiwa tragis semisal perampokan, penjambretan, pencopetan, pencurian, pembegalan, korupsi, atau dalam sekala luas bahkan sampai pada tahapan perang yang memakan korban hingga jutaan orang.

Maka kita harus mengembalikan itu semua kepada iman supaya kita selalu ingat bahwa kita ini hanyalah manusia yang lemah, kita ini bukanlah apa-apa dibandingkan alam semesta yang Maha Luas.

Seringkali kita memang khilaf, apalagi saat kondisi tertekan. Tidak pegang uang sama sekali, misalnya. Di waktu yang sama kita dihadapkan pada kondisi yang sulit: anak kita sakit dan perlu untuk ditangani segera oleh dokter di rumah sakit. Dan tidak ada saudara atau teman yang bisa kita mintai tolong. Sama sekali. Sungguh kondisi yang sulit.

Sementara di saat yang sama, kita tiba-tiba saja menemukan dompet beserta isinya yang tak sedikit. Atau juga tiba-tiba menemukan gelang emas yang jatuh di jalan, tetiba saja ada sepeda motor dengan kontaknya yang lupa dibawa, atau hal-hal lainnya.

Tentu sangat menggoda iman.

Dalam menghadapi hal demikian memang tak kan kuat jika yang menjalaninya adalah orang biasa yang lemah iman. Dengan sesadar-sadarnya. Tak akan kuat. Bahkan mereka yang sudah terbiasa dengan kekayaan dan jabatan tinggi sekalipun, juga dengan kuantitas ibadah yang tinggi sekalipun, ia tak kan kuat jika Allah SWT tak ridho dan memantapkan hatinya akan nikmat iman.

Kita memang harus selalu bersyukur atas segala nikmat yang telah dikaruniakan oleh Sang MahaKuasa, terutama nikmat iman. Hal yang menurut banyak orang sederhana dan seringkali dilalaikan, nyatanya mampu menjadi penolong kita dalam kondisi yang sedemikian hebatnya.



0 comments:

Post a Comment

+