Berdiri Diam Berarti Mundur: Menjaga Kepercayaan

Tak perlu dijelaskan lagi betapa kepercayaan adalah sebuah hal yang wajib dimiliki oleh setiap orang. Penilaian seseorang terhadap seseorang yang lainnya adalah lebih banyak berkutat menyoal kepercayaan daripada hal lainnya. Hal demikian dikarenakan kepercayaan memiliki dampak yang sangat luas terhadap berbagai aspek komunikasi dan sosial dalam kehidupan manusia.

Dalam tingkatan apapun, kepercayaan selalu diperbincangkan.

Penilaian seseorang dalam proses pengambilan keputusan bahkan menjadikan kepercayaan sebagai cara terbaik dan tercepat. Objektifitas tak lagi menempati wilayah mutlak yang diperlukan sebelum keputusan akhir ditentukan. Kepercayaanlah yang menentukan.

Kepercayaan sulit dibangun. Namun kepercayaan sifatnya tidak mutlak. Ia mudah hancur. Pun jika kepercayaan itu sudah dibangun lama, namun jika ada satu hal saja yang menghancurkannya, maka hancurlah kepercayaan itu. Ia roboh bagaikan tumpukan kubus kecil yang ditumpuk meninggi.

Pertanyaannya, bisakah membangun pondasi yang kuat untuk kepercayaan? Semisal ia hancur karena suatu sebab, maka ia tak hancur seluruhnya?

Pertanyaan ini jawabannya tidak solid. Dan sangat relatif. Untuk menjawabnya, kita harus mengenali beberapa hal sebagai berikut:

  • Setinggi apa kepercayaan yang sudah kita bangun selama ini?
  • Sejauh mana orang menaruh kepercayaan kepada kita sebelum kepercayaan itu hancur?
  • Seluas apa cara berpikir orang yang langsung berhubungan dengan kita?
  • Sedalam apa cara kita dalam membuktikan bahwa kita masih punya kesempatan?
  • Dan sekuat apa tekad anda dalam melihat masa depan?
Beberapa hal tersebut bisa menjadi opsi untuk membuktikan bahwa kepercayaan yang kita bangun bukanlah kerapuhan semata. Setiap pertanyaan tersebut memang membutuhkan proses berupa pengalaman berpikir dan pengalaman bersikap. Namun, bukan berarti kita harus menunggu kepercayaan yang kita bangun hancur terlebih dahulu baru mencoba mempraktekkan cara tersebut.



Kepercayaan bukanlah suatu sikap yang objektif. Ia cenderung subjektif. Maka dari itu, subjek sangat penting untuk Anda kenali lebih dalam. Siapa saja yang berhubungan dengan Anda dan kepercayaan apa yang hendak kita bangun.

Meski cenderung subjektif, kepercayaan tak bisa dibangun dalam wilayah dua muka. Anda tak bisa membangun kepercayaan terhadap satu orang, dan membangun kepercayaan lain terhadap orang yang lainnya dengan bentuk yang berbeda. Setidaknya, kepercayaan itu rapuh meskipun Anda berhasil membangunnya. Misalnya, Anda membangun kepercayaan ke atasan Anda. Anda sangat baik dan menunjukkan kinerja yang patuh saat diperintah atasan. Namun dalam ruang privat dan diluar jam kerja, Anda sibuk membicarakan ketidaksukaan Anda dengan rekan kerja Anda. Kepercayaan yang dibangun seperti ini sifatnya rapuh. Jika suatu waktu atasan Anda kecewa, maka sulit untuk mendapatkan kepercayaan itu kembali sekali pun beberapa poin di atas coba Anda lakukan. 

Kepercayaan memang wilayah yang unik. Ia bisa membuat suatu organisasi atau negara cepat mengalami kemajuan. Namun juga sebaliknya, ia dapat menghancurkan.


Dan yang paling penting, kepercayaan bukanlah hal yang untuk dipelajari. Ia harus dibuktikan. 

0 comments:

Post a Comment

+