Connecting the Dots

Mining Life Cyle: Sebuah Pemahaman Singkat Apa itu Siklus Hidup Penambangan

Siklus Hidup Penambangan


Aspek penting dalam industri pertambangan berkisar pada siklus hidup penambangan (mining lifecycle) serta rantai nilai (value chain) yang saling terintegrasi.

Siklus Hidup Penambangan Mining Life Cycle
Siklus Hidup Penambangan


Siklus hidup penambangan secara umum meliputi proses berurutan dari tahap eksplorasi sampai dengan penutupan. Detail mengenai tahapan ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
  • Exploration:
    merupakan tahap eksplorasi atau penyelidikan dimana ini merupakan tahap awal dalam proses penambangan dengan tujuan utamanya adalah untuk mengidentifikasi daerah-daerah mineralisasi atau deposit mineral. Dalam tahap ini, peran keilmuan geologi sangat besar. Misalnya dalam melakukan geokimia, geofisika, geolistrik, dan lain-lain.
  • Discovery:
    merupakan tahap penemuan dan kelayakan dengan tujuan utamanya adalah untuk menentukan keterjadian mineral dan deposit dalam daerah dan luas tertentu.
  • Assesstment:
    merupakan tahap penilaian, meliputi perencanaan & perancangan. Setelah sumber daya mineral diidentifikasi, kemudian perlu melakukan penilaian proyek, apakah sumber daya mineral tersebut dapat ditambang secara komersial. Termasuk juga aspek lainnya, misalnya aspek metalurgi, aspek sosial, aspek lingkungan, aspek pemasaran, aspek regulasi/hukum, dan lain-lain.
  • Development:
    merupakan tahap pembangunan dan pengembangan, meliputi konstruksi dan infrastruktur yang akan mendukung proses penambangan seperti konstruksi jalan, fasilitas material handling & delivery, pengupasan lapisan tanah atas (overburden removal), dan lain-lain.
  • Production:
    merupakan tahapan operasi tambang atau proses produksi secara day-to-day mulai dari pengeboran & peledakan (drilling & blasting), aktivitas metalurgi, sampai dengan loading ke tujuan/pasar/konsumen.
  • Closure:
    merupakan tahap penutupan tambang, dimulai dari dekomisioning & penutupan, perencanaan penutupan & implementasi, sampai dengan penyelesaian.


Mining Value Chain
Mining Value Chain



Sedangkan yang dimaksud dengan rantai nilai (value chain) itu adalah melihat di mana nilai yang cukup besar atau nilai apa pun yang ditambahkan atau dikurangi dari aktivitas mineral yang dilakukan pada saat dieksploitasi, atau bahkan sebelum dieksploitasi. Termasuk nilai setelah tahap eksploitasi selesai, apa yang terjadi pada nilai aset setelah penutupan tambang juga menjadi bagian yang tak terpisahkan.

Jadi, ketika kita melihat siklus hidup penambangan, kita harus mempertimbangkan tahap paling awal dari konseptualisasi siklus hidup penambangan diatas.

Misalnya, kita mungkin tidak tahu bahwa sebenarnya ada deposit ekonomi yang tersedia dan melalui pekerjaan survei tinjau (reconnaissance) di tahap awal kita dapat menentukan bahwa ada area geologi yang menarik di mana orang dapat menemukan mineral yang memiliki nilai ekonomi atau biasa disebut dengan kejadian ekonomi dari sebuah mineral. Selain hal tersebut, yang perlu diperhatikan adalah kita perlu melihat bagaimana pembiayaannya, bagaimana kita akan benar-benar mencari mineral itu karena kita membutuhkan uang. Jadi disitulah kita memperkenalkan komponen rantai nilai dalam siklus hidup tersebut untuk mengatakan bahwa: "saya perlu mendekati pasar ekuitas".

Sumber keuangan:
  • Exploration:
    Ekuitas termasuk modal awal (seed capital), ekuitas swasta, skin-in-the-game (ekuitas pemilik) 
  • Discovery:
    Ekuitas termasuk modal awal (seed capital), ekuitas swasta, penawaran saham perdana (IPO atau listing ekuitas), mitra stratejik (ekuitas).
  • Assessment:
    Ekuitas swasta, peningkatan modal (shares issue/rights offer), mitra stratejik, kongsi (joint venture partner).
  • Development:
    Pasar ekuitas, commercial debt, mitra stratejik, development/construction partner (BOO atau BOOT contracts), offtaker, metal streaming and forward or derivative markets.
  • Production:
    Pasar ekuitas, commercial debt, mitra stratejik, offtaker, metal streaming and forward or derivative markets.
  • Closure:
    Drawdown mulai dari environmental trust fund atau off-balance sheet funding.

Seperti diketahui, pada tahap awal eksplorasi kita tidak dapat mengajukan pinjaman atau hutang. Meski sebenarnya ada sangat sedikit instrumen keuangan yang tersedia, namun sebagian besar instrumen tersebut terkait dengan ekuitas.

Dr. Eric Lilford menyebut bahwa ekuitas terkadang disebut sebagai "skin in the game". "Skin in the game" adalah kondisi di mana kita memiliki manajemen tambang, para founders dari deposito biasanya memasukkan sebagian dari neraca atau uang mereka sendiri ke dalam bisnis hanya untuk memulai bola bergulir. Kemudian mereka bisa melihat ekuitas. Dan sejak permulaan eksplorasi bahwa ekuitas belum tentu menjadi ekuitas yang terdaftar, mungkin ekuitas swasta, tidak terdaftar dengan maksud untuk merealisasikan nilai di kemudian hari. Bagian ini merupakan bahasan paling menarik terkait ekonomi yang terkait dengan siklus hidup tambang dan dengan rantai nilai. Jadi cukuplah untuk mengatakan bahwa sejak awal Anda memiliki keberlanjutan yakni dari tahap awal, tahap menengah, tahap matang (mature), komponen kehidupan suatu operasi, entah itu tambang terbuka (open-pit mining) atau di bawah tanah (underground mining), mereka melalui siklus yang serupa.

Survei tinjau (reconnaissance) awal, yang akan bersifat eksplorasi, misalnya geomagnetik, geolistrik, dan lain-lain. Sampai ke tahap eksplorasi dimana kita akan melihat metodologi eksplorasi, jenis pemboran apa yang akan dilakukan, jenis eksplorasi apa yang dipilih misalnya apakah kita melakukan penggalian, apakah kita benar-benar melakukan pengeboran, apakah kita melakukan jenis pekerjaan eksplorasi invasif lainnya dan berpotensi non-invasif.

Bagaimana dengan pengujian laboratorium?

Pengujian laboratorium, juga termasuk dalam siklus hidup penambangan. Karena kita juga akan dan perlu untuk mempertimbangkan berbagai komponen dari apa yang terjadi di laboratorium, jenis analisis apa yang dilakukan dan apa arti hasilnya, serta analisis lainnya.

Siapa yang mendapatkan informasi itu dan bagaimana informasi tersebut diproses untuk kemudian menentukan apakah Anda memiliki sesuatu yang berharga atau tidak, yang lagi-lagi dimasukkan ke dalam rantai nilai itu.

Di luar itu, seseorang akan melakukan pekerjaan lainnya yakni mencari konsultan. Karena pekerjaan besar ini tidak dapat dikerjakan sendiri, disamping untuk menghindari risiko dan menyerahkan kepada ahlinya. Dalam mempekerjakan konsultan, dapat berupa untuk pekerjaan mendesain dan merancang operasi penambangan, merancang tambang dan kemudian kita bisa masuk ke tahapan selanjutnya: konstruksi.

Pada akhirnya kita sampai pada tahap commissioning sebuah tambang.

Setelah dibangun, kita akan memiliki beberapa tahapan commissioning yang perlu dilalaui. Mulai dari cold comissioning yakni tahapan untuk memastikan peralatan dapat berjalan sebelum dilakukan umpan material, warming-up hingga tahapan hot-commissioning, yang merupakan proses di mana kita menyalakan operasional secara efektif, termasuk meningkatkan produksi dan menyempurnakan fasilitas metalurgi. Dan ini masih merupakan bagian dari siklus hidup & rantai nilai tambang.

Dalam fase peningkatan, kita akan melakukan peningkatan kapasitas produksi. Kita meningkatkan laju produksi melalui meningkatkan fasilitas bijih mineral, fasilitas penerima, fasilitas pemrosesan, dan pada akhirnya mencapai tingkat produksi yang stabil. Sekali lagi, perlu diingat bahwa selama proses ini kita telah menambahkan nilai pada aset dasar itu sendiri dan jika kita adalah entitas yang terdaftar, kita tentu saja telah menambahkan nilai pada harga saham di pasar ekuitas.

Jadi melalui produksi kita mungkin memiliki fase pertumbuhan, mungkin juga melakukan akuisisi strategis, atau juga dapat melakukan sesuatu yang benar-benar mengubah paradigma perusahaan itu sendiri, tetapi pada akhirnya karena sifat bijih-mineral yang menipis, pada akhirnya sebuah tambang akan sampai di ujung dan berakhir.

Dan tergantung pada posisi Anda, misalnya terkait manajemen yang telah dilakukan sejauh mana menyangkut strategi perusahaan, karena terbatasnya bijih-mineral itu bisa jadi merupakan akhir dan kehancuran dari perusahaan pertambangan yang Anda kelola.

Namun, jika kita memiliki strategi di mana ternyata kita memiliki aset tambahan, ruang untuk mengeksplorasi brownfields, greenfields, dapat memperpanjang umur perusahaan kita.

Namun yang perlu diingat bahwa aset memiliki sifat terbatas. Setelah kita sampai pada puncak operasi, kita tentu akan masuk ke fase deklinasi hingga akhirnya sampai ke fase penutupan tambang.

Orang mungkin mengatakan bahwa pada saat sampai di tahap penutupan tambang, kita tidak memiliki nilai yang tersisa. Sejauh menyangkut rantai nilai, di tahap ini kita telah menurunkan nilai menjadi nol bersih. Meskipun perlu diingat kembali bahwa pasca-penutupan tambang, lahan yang ada dapat dikembalikan untuk penggunaan komersial dalam bentuk lainnya.

Selalu ada kemungkinan.

Tren Transformasi Digital Industri Manufaktur di Tahun 2021

“90% of CEOs believe the digital economy will impact their industry, but less than 15% are executing on a digital strategy.” — MIT Sloan and Capgemini

Memahami scope perubahan

Sebelum tahun 2020, transformasi digital adalah sebuah kekuatan tersendiri. Lebih dari separuh dari semua Produk Domestik Bruto (PDB) di seluruh dunia telah menjadi digital (IDC, 2018) karena bisnis menghasilkan pendapatan dari aplikasi perangkat lunak yang telah dikembangkan. 

Kemudian di awal 2020, dunia dilanda pandemi global dan transformasi digital mengalami perubahan.

Entitas bisnis tidak lagi melihat transformasi digital semata-mata sebagai sumber inovasi. Transformasi digital telah menjadi syarat bagi kelangsungan bisnis, memungkinkan tim untuk bekerja di mana saja dan organisasi untuk menyesuaikan diri dengan cepat dalam menghadapi setiap krisis yang datang. Transformasi digital menawarkan kestabilan dan kegesitan bagi perusahaan, baik untuk wilayah operasional, tenaga kerja, dan pelanggan.

Dengan transformasi digital, organisasi mengolah data menjadi nilai yang bermakna, menemukan cara baru dan pendekatan baru untuk melayani pelanggan, dan membangun solusi yang relevan untuk lingkungan sosial-ekonomi yang berubah dengan cepat. Dengan berhasilnya ekonomi digital yang dikembangkan, maka berhasil pula apa yang disebut dengan transformasi digital. Dan itulah sebenarnya yang dimaksud dengan transformasi digital.
 
4 Tren Pendorong Perubahan dalam Bisnis 

Munculnya komputasi awan atau yang kita kenal dengan cloud membawa ledakan ketersediaan data untuk organisasi. Untuk pertama kalinya, perusahaan teknologi memiliki kemampuan komputasi dan penyimpanan untuk mengumpulkan, menyimpan, dan menganalisis data-data penting, memungkinkan perusahaan untuk merespons hal-hal yang berada di luar kendali mereka dengan cepat.

Dari dinamika perkembangan teknologi tersebut, dan beragam peristiwa global baru-baru ini, ada empat tren yang muncul dan ditangkat oleh Microsoft, yaitu:

Tren 1: Setiap perusahaan akan menjadi perusahaan teknologi
Di banyak organisasi, upaya transformasi digital telah berlangsung selama beberapa tahun. Pada tahun 2020, upaya-upaya tersebut dipercepat. Kebutuhan akan kelangsungan bisnis selama masa perubahan yang cepat, serta kebutuhan untuk bekerja dengan cara berbeda karena adanya keterbatasan, atau untuk mencapai penghematan biaya, telah membuat transformasi digital menjadi prioritas. Seperti yang disampaikan oleh CEO Microsoft, Satya Nadella, "Kami telah melihat transformasi digital setara waktu dua tahun dalam dua bulan."

75% pemimpin bisnis melaporkan bahwa mereka telah menciptakan produk dan layanan baru.
73% perusahan melaporkan bahwa mereka saat ini sedang membuat properti intelektual (IP) pihak pertama mereka sendiri dengan menggunakan teknologi generasi berikutnya seperti Machine Learning (39%), Internet of Things (37%), Artificial Intelligence (32%), Blockchain (29%), dan Augmented Reality (21%).

Selamat Tahun Baru 2021

 

Untuk para pembaca,

Kalimat pertama yang ingin saya sampaikan adalah: "Makin cepat saja waktu berlalu."

Tentu kita tidak ingin menyesali apa yang sudah terjadi sepanjang 2020. Tahun yang kata banyak orang, "it's getting worst enough". Merujuk kepada pandemi Covid-19 yang hampir setahun kita jalani dengan serba terbatas. Meski ada harapan dan kabar baik bahwa vaksin telah ditemukan dan akan segera dilakukan vaksinasi mulai 2021. Vaksin memang diharapkan sebagai game changer terhadap pandemi yang berdampak ke banyak sektor, terutama sektor ekonomi. Di semua negara.

Optimisme, sebagai bagian dari sikap berprasangka baik, memang sebaiknya dan seharusnya kita sertakan dalam menjalani kehidupan. Namun, realistis juga perlu kita ikutkan sebagai bagian dari proses kita untuk memahami hidup. Karena memahami hidup bukan sekadar menjalaninya saja, namun juga mempertimbangkan dampaknya ke masa berikutnya. Atau bahkan kehidupan selanjutnya.

Ribut-ribut itu juga bagian dari cerita kehidupan. Dimana suka dan duka hanyalah wajah yang harus Anda terima secara legowo. 

Bersyukur harus terus kita utamakan. Ini pesan sederhana namun universal. Entah kenapa, syukur seperti menjadi sebuah kebaikan yang diajarkan oleh semua.

Orang beragama mengajarkan untuk bersyukur.
Orang berpendidikan memberikan contoh untuk selalu bersyukur.
Orang sukses selalu berpesan agar selalu bersyukur.

Pun juga orang tidak beragama, tidak berpendidikan, ataupun orang-orang yang gagal.

Maka, pesan syukur menjadi bagian yang perlu saya tulis disini untuk menjadi pengingat bagi saya pribadi dan siapa saja yang membaca ini dan mau menerimanya sebagai sebuah sikap baik.

Tulisan ini sepenuhnya hanyalah basa-basi.
Basa-basi untuk sekadar menyampaikan sedikit sudut pandang saya bahwa syukur adalah hal yang bisa membuat kita tetap menjadi diri kita sendiri.

Maka saya rasa perlu untuk menyampaikan rasa syukur untuk semuanya. Baik yang pernah kenal dengan saya, yang masih kenal saya, yang sudah tidak kenal saya, maupun yang belum dan tidak kenal saya. Baik yang pernah membantu saya secara langsung, membantu saya secara tidak langsung, membantu saya dalam doa dan/atau ingatan, juga kepada mereka yang tidak merasa telah membantu saya. Semoga di 2021 nanti, atau kapan pun, cita-cita dan niat baik saudara/i sekalin terwujud dan mendapat Ridho dari Tuhan YME. Aamin YRA.

Salam.


Salah Kaprah Passion


Kata passion memang sudah menjadi mantra. Mau tidak mau, mainstream anak mudah kita saat ini akan terpengaruh dan mungkin juga terinspirasi oleh banyaknya tokoh inspiratif yang mempromosikan kata tersebut. Secara harfiah bisa jadi betul bahwa passion bisa menjadi kunci meraih kesuksesan. 

Saya nyatakan sebagai bisa jadi betul karena banyak hal di dunia ini yang terjadi secara kebetulan.

Namun, jika kita bertanya dan coba selidik ke orang-orang generasi terdahulu dimana mereka tidak mendapatkan promosi perihal kata "passion" maka sudah tentu mereka akan menjawab bahwa bukan passion lah kunci mereka meraih kesuksesan.

Misalnya jika bertanya ke Dahlan Iskan yang punya bisnis Jawa Pos Group. Jelas bukan passion jawaban yang akan disampaikannya. Atau ke Ciputra. Apalagi ke keluarga Sampoerna atau Hartono.

Teman-teman saya yang Tionghoa juga kurang begitu menerima jika promosi "passion" dijadikan semacam mantra dan jalan menuju kesuksesan. Di keluarga, mereka diajarkan bahwa untuk meraih kesuksesan adalah harus memiliki mental mandiri, mental yang kuat dan mental pemenang. Yang jika dipecah dapat kita bagi-bagi menjadi beberapa sifat seperti visioner, disiplin, gesit, fokus, dan totalitas. Maka kata "passion" tidak dimasukkan kedalam kamus untuk meraih sukses.

Saya nyatakan bisa jadi betul juga karena definisi terkait sukses itu berbeda-beda untuk setiap kepala. Maka sebenarnya juga tidak masalah jika ada banyak orang yang menjadikan "passion" sebagai landasan untuk meraih sukses yang dibayangkannya. 

Namun sebagai pemikiran, maka saya rasa perlu untuk menuliskannya dan mempermasalahkannya.

Hipotesisnya adalah tidak benar bahwa passion adalah kunci meraih sukses. Namun sayang sekali metoda penelitiannya tidak ilmiah dan hanya berbasis subjektifitas. Oleh karenanya, jika Anda tidak setuju dengan hipotesis saya diatas, sebaiknya jangan meneruskan untuk membacanya. 

Menurut saya, banyak yang salah kaprah terhadap "passion". Karena dimensi "passion" itu akan membuat Anda sulit untuk naik kelas. Passion membuat Anda terbatas. Ia mengekang Anda. Ia membuat Anda tak sadar telah membangun pagar untuk diri Anda. Sementara ada banyak sekali tanah tak berpenghuni di luar sana yang siap untuk Anda takhlukkan, kalau tak boleh disebut siap untuk Anda jajah.

Maka saya kurang tertarik sejak dulu terhadap siapa saja yang mempromosikan kata "passion" sebagai jalan ninja-nya.

Disiplin dalam Kerja dan Keabadian


Sejak saya di college sampai dengan saat ini, saya belum pernah bertemu dengan orang yang begitu disiplin. Sudah coba saya ingat-ingat namun masih belum ketemu siapa yang paling berkesan tingkat disiplinnya. Pun ketika saya lepas college dan berada di lingkungan yang baru, disiplin memang barang langka di negeri ini. 

Dengan subjektifitas tersebut diatas, saya tidak mengklaim jika saya adalah orang yang disiplin. Teman-teman yang pernah kenal saya pun sepertinya juga tidak akan memasukkan nama saya dalam daftar orang yang disiplin. 

Dulu sekali, saat saya masih menjadi sesuatu di college, saya paling menghindari orang yang tidak disiplin. Kebanyakan pimpinan ormawa saat itu menurut saya adalah kumpulan orang-orang yang tidak disiplin. Pun kalau mereka tersinggung dan tak menerimanya, saya masih bisa mengkategorikan mereka sebagai conditionally-discipline-leader. Terlihat disiplin saat berada di kerumunan. Dengan stigma ini, mereka tak bisa mengelak. Tapi biarlah, itu masa lalu. Bukankah manusia selalu berubah?

Jim Collins, peneliti Amerika, dalam bukunya yang berjudul "Good to Great" mendeskripsikan bahwa orang-orang yang disiplin memiliki kemampuan untuk mendapatkan capaian yang hebat (great achievements). Thesis ini yang saya pakai dulu saat di college dan dimanapun organisasi tempat saya akan berada. Salah satu achievements yang bisa saya ingat dan bagikan adalah bagaimana kampus kami saat itu, ITS menjadi juara umum PIMNAS 26 Mataram pada tahun 2013 untuk pertama kalinya. Momen ini tak akan saya lupakan karena ini adalah momen yang sangat bersejarah bagi ITS dalam bidang keilmiahan di tingkat Nasional. PIMNAS sendiri adalah ajang keilmiahan paling populer di Indonesia. Levelnya sangat berbeda karena multi-dimensi dan multi-akademisi yang terlibat.

Saya sangat ingat bagaimana tempat saya berkontribusi saat itu di BEM ITS. Saya akui, Menteri Riset dan Teknologi BEM ITS saat itu orangnya sangat disiplin. Saya bisa jamin orang yang seperti dia sangat langka karena saya jarang memuji orang. Dimanapun tempat ia bekerja, beruntunglah organisasi itu. Capaian-capaian hebat akan dicapai lewat idea-idea dan execution  dia. Tentu dalam pencapaian PIMNAS 26 itu ada banyak tangan dan macam kontribusi, namun tidak salah juga jika saya mengklaim bahwa pengawal dan bagian yang membuat bara itu tetap menyala adalah dibawah leadership sang Menteri itu. Maka sudah tentu, setelah peristiwa 2013 itu pun sampai 2020 ini ITS tak pernah lagi mencapai capaian ini. Itu karena culture of discipline yang berbeda. Ada banyak kerja dalam diam (unpublished works) yang dilakukan setiap hari. Level orang ini sangat berbeda untuk ukuran mahasiswa. Ia mampu menjalin komunikasi yang baik dengan seluruh tingkatan mahasiswa, menjalin interaksi yang baik dengan seluruh tingkatan dosen dan tenaga kampus. Mungkin jauh dimasa depan akan ada lagi orang seperti dia.

Disiplin memang barang berat untuk dikonsistensikan. Kebanyakan kita hanya akan disiplin dalam waktu 1-2 bulan di lingkungan baru yang kita tempati. Setelah itu, kita akan mendahulukan hak daripada kewajiban. Dan banyak sekali orang yang mewajarkan. 

Tapi manusia memang makhluk pemikir, maka pemikiran yang mengutamakan hak daripada kewajiban juga tidak bisa kita salahkan. Hari-hari akan terus lewat dan dunia akan terus berputar.

Tiga Strategi Memenangi Persaingan di Era Disrupsi


Sebetulanya, saya kurang suka dengan istilah disrupsi (disruption) karena seakan-akan jika ingin berhasil dalam bisnis di era modern ini maka bisnis model yang dikembangkan haruslah yang bisa mendisrupsi pasar yang ada. 

Tentu ini tak terlepas dari peran seorang Profesor Ekonomi dan Bisnis dari Universitas Indonesia, Rhenald Kasali, yang sangat produktif membuat tulisan baik di media cetak, media elektronik, juga beragam serial buku disrupsi. Meski setelah Anda membacanya, Anda akan mendapati bahwa mayoritas pandangannya adalah terlalu saklek berkiblat pada pemikiran akademisi Amerika Clayton Christensen. Anda bisa membaca profil Profesor HBS (Harvard Business School) ini di web pribadinya https://claytonchristensen.com/.

Tentu saya juga tidak menyalahkan jika ada banyak yang setuju dengan paparan kedua akademisi tersebut dalam menerjemahkan perkembangan dan model bisnis saat ini. Apalagi mereka adalah para profesor yang sudah meneliti dan menangani beragam kasus ekonomi dan bisnis selama puluhan tahun, sementara saya sebagai penulis hanya berdasarkan subjektifitas dan analisa personal. 

Namun yang ingin saya tegaskan adalah apapun istilah yang muncul, dari zaman dulu sampai kapan pun di masa depan, bisnis tetaplah bisnis. Bisnis tetap berorientasi pada profit dan keberlanjutan. Apapun bentuknya dan bagaimanapun caranya.

Saya ingin berbagi pandangan dari W. Chan Kim, seorang Profesor Manajemen dan Strategi dari INSEAD. Beliau menyatakan, "When we assume that the only way we can create a new market is by disrupting an old one, opportunities for nondisruptive creation can be easily missed. People tend to focus their attention on the core of existing markets and what it would take to disrupt the existing order. This narrows their vision and blinds them to the wealth of nondisruptive market-creating moves they could make."

Ada banyak cara menciptakan pasar baru, dan disrupsi bukanlah satu-satunya cara.

Sejauh yang saya pahami saat ini, untuk menjadikan bisnis kita tetap bertumbuh setidaknya memerlukan beberapa strategi yang harus dieksekusi dengan baik dan benar. Strategi inilah yang melatarbelakangi saya untuk menuliskannya saat ini dengan judul Tiga Strategi Memenangi Persaingan di Era Disrupsi.

Adapaun ketiga strategi ini, yakni;

1. FOKUS
Pemimpin bisnis haruslah fokus karena sehebat apapun strategi yang dijalankan, secanggih apapun sumber daya yang dimiliki, jika tidak fokus maka tidak akan mencapai hal yang maksimal. Fokus membuat bisnis tetap berada di jalur yang benar. Dan menghindar dari melakukan hal-hal yang tidak diperlukan.

2. DIVERGENSI
Bisnis harus memiliki keunikan sendiri. Keunikan ini juga termasuk sikap tidak reaktif dalam menghadapi pasar dan mungkin juga persaingan yang ada. Seringkali, analisa pesaing memang tak terlepas dari strategi untuk menciptakan pasar baru. Namun, selama kita memiliki keunikan dan tidak reaktif terhadap kondisi pasar yang ada, historikal bisnis dimana pun telah membuktikan bahwa bisnis akan tetap bertumbuh. Tentu harus diimbangi dengan Fokus tadi.

3. SLOGAN YANG MENARIK
Bagi banyak orang, marketing dan termasuk slogan tidak terlalu menjadi perhatian. Namun, dalam era saat ini Anda wajib memiliki slogan. Tentu slogan yang menarik. Ini adalah cara bisnis Anda berinteraksi dengan konsumen Anda. Cara bisnis Anda berkomunikasi dengan calon konsumen Anda. dan cara bisnis Anda untuk membuat konsumen Anda tetap loyal menggunakan produk Anda. Product Engagement harus juga menjadi strategi dan harus pula dievaluasi secara berkala. 

 

 

Tidak Penting Apa Keahlianmu untuk Bekerja: Bagian 2


Pada Bagian 1 saya memberi contoh dan ajakan untuk belajar ke Tiongkok. Saya tidak kilau sama sekali dengan Tiongkok. Namun, mencontoh Tiongkok dalam hal-hal baik bukanlah hal buruk. Meskipun yang berhasil di mereka belum tentu berhasil di kita. Namun ada satu hal yang ingin saya bagikan kepada teman-teman pembaca sekalian bahwa kita harus insyaf jika kita ingin maju, dan disiplin adalah kuncinya. 

Pada Bagian 1 juga telah disampaikan pandangan saya bahwa perusahaan dengan resources yang baik dan terampil tidaklah cukup, karena bisa kalah dan bubar. Perlu adanya strong willingness dan vision believing.

Pada Bagian 2 ini, saya ingin berbagi cerita mengenai sebuah perusahaan manufaktur milik swasta yang memproduksi alat elektronik terkemuka di Indonesia. Persaingan dalam industri sejenis sangatlah ketat. Merek lama maupun merek baru nyaris tak ada bedanya dalam hal kualitas hasil produksi dan tidak jauh berbeda dalam hal harga. Kita tahu bahwa faktor produksi seperti labour cost dan faktor supply chain yang merupakan dua dari tiga elemen penting dalam operasional perusahaan, saat ini sangat mudah untuk didapat dan juga murah harganya.

Saat banyak perusahaan menanggapi perubahan zaman yang makin kompetitif ini dengan merekrut calon karyawan yang terbaik dari kampus-kampus atau sumber tenaga kerja lainnya, sebagian kecil perusahaan justru tidak ambil pusing dalam proses input sumber daya manusia ini. Perusahaan ini, umumnya melakukan rekrutmen dengan sangat sederhana. Syaratnya hanya memperhatikan umur, pernah bekerja di pabrik, dan disiplin. Setelah proses wawancara dan tandatangan kontrak, biasanya mereka akan diminta untuk langsung bekerja dilapangan. Tanpa proses ini dan proses itu. Tanpa basa-basi.

Tentu orang luar yang melihatnya akan berpikir dan menganggapnya sebagai tidak berperikemanusiaan. 

Namun faktanya, perusahaan yang menerapkan kesederhanaan dan disiplin ini justru terus bertumbuh.

Organisasi yang kecil memang mudah diajak untuk bergerak. Tentu berlaku juga dalam skala perusahaan yang dimaksud dalam contoh. Rekrutmen-rekrutmen sederhana ini hanya terjadi di level perusahaan menengah ke bawah. Yang terbatas anggaran, waktu, dan sumber daya lainnya. Oleh karenanya, perusahaan-perusahaan kecil ini sangat gesit sekali dalam operasionalnya.

Hingga tak terasa, perusahaan-perusahaan kecil ini mengambil alih kue pemasaran dari para perusahaan-perusahaan besar. Tanpa disadari. Atau mungkin disadari, hanya saja diremehkan di awal.

Perusahaan-perusahaan kecil ini biasanya berpijak pada para perusahaan besar. Entah dijadikan sebagai pijakan knowledge maupun pijakan dalam bentuk strategic partnership. 

If you can learn to stand on the shoulders of giants, you can get bigger, faster. (Isaac Newton, 1676)
Tentu strategi ini dengan mengesampingkan manajemen sumber daya manusia di perusahaan-perusahaan besar.

Perusahaan-perusahaan kecil ini melihat tenaga kerja tidak sebagai aset. Mereka memposisikan tenaga kerja sebagai orang yang memiliki akal dan kemauan untuk terus produktif dan menimbulkan benefit bagi perusahaan. Hal ini tentu berbeda dengan budaya di perusahaan besar dan state-own enterprises yang mana memposisikan tenaga kerjanya sebagai aset. Dampak dari sikap perusahaan kecil tersebut, jika terjadi kekosongan posisi maka ia akan cepat mendapatkan pengganti. Meski tidak ada proses suksesi (succession planning) dalam budaya perusahaannya. Ya karena itu tadi, mereka melihat tenaga kerja sebagai bukan aset yang harus dijaga oleh perusahaan. 

Memang terkesan sadis, bukan?

Tidak Penting Apa Keahlianmu untuk Bekerja: Bagian 1


Keahlian (skill) memang perlu dipertimbangkan saat memilih seseorang untuk kita terima atau tidak dalam mengisi kekosongan posisi di perusahaan kita.

Rekruter dalam proses wawancaranya seringkali mempertimbangkan macam-macam keahlian yang dimiliki oleh pelamar. Dengan membaca dan mengkonfirmasi dari CV atau resume yang ada di mejanya. Meski ada yang berhasil terimplementasi dengan baik saat diterima dan bekerja, namun kenyataan bahwa tak sedikit kasus yang terjadi ternyata karyawan tersebut menjadi kurang adaptif terhadap perubahan zaman. Itulah salah satu alasan mengapa meski kinerja karyawan kita bisa dikatakan baik, namun secara kolektif perusahaan ternyata sulit mencapai performa yang memuaskan. 

Semua bekerja sebagaimana mestinya, tidak melakukan kesalahan sedikitpun, namun tiba-tiba perusahaan kalah. Bangkrut. Dan akhirnya bubar. Ironis.


Mari kita belajar ke Tiongkok.
 
Beberapa tahun lalu, saya bertemu dengan seorang saudara yang bekerja di Tiongkok. Dia bercerita bahwa banyak rekruter di Tiongkok, tidak terlalu memperhatikan keahlian (hardskill) sebagai syarat wajib untuk diterima. Pemikiran disana sangat sederhana. Mengingat banyaknya jumlah manusia dan tenaga kerja, dan tentu saja ada kontribusi dari pemerintah, namun kesederhanaan dalam menerima tenaga kerja di Tiongkok patut untuk direnungkan, setidaknya bagi kita yang tertarik terhadap alasan mengapa industri di Tiongkok sangat kompetitif & produktif.

Contohnya adalah launching produk terbaru Apple: Iphone 12. Perusahaan yang memproduksi tersebut berada di Tiongkok, dibawah bendera Foxconn yang berpusat di Taiwan. Perusahaan ini sedang melakukan rekrutmen besar-besaran untuk memenuhi permintaan yang ada: dibutuhkan 250.000 orang. Dengan target penerimaan: 2000 orang per hari. Saya tentu tak bisa membayangkan bagaimana perusahaan yang memproduksi barang paling inovatif di dunia ini proses rekrutmen karyawannya bisa sangat sederhana. Dengan jumlah per hari yang banyak itu. 

Sangat berbeda dengan kebanyakan kasus di Indonesia.

Di Tiongkok, juga India, mereka berfokus kepada Visi dan Misi perusahaan. Ini melekat dan menjadi harga mati bagi para eksekutif korporasi. Sementara di Indonesia, Visi dan Misi kebanyakan hanya sebagai hitam diatas putih dan masih bisa ditawar. Tentu ini pendapat pribadi saya. Dan sangat subjektif. Anda bisa mendebatnya. Namun kenyataan bahwa perusahaan kecil di Tiongkok bisa mendapatkan dan mengerjakan proyek besar di luar Tiongkok juga tidak boleh kita abaikan.

Ada jokes terkenal begini:
Ada orang mendaftar menjadi tentara kemudian mengikuti beragam tes seleksi dan singkat ceritanya orang ini dinyatakan tidak lolos tes karena giginya ompong. Orang ini kemudian menanyakan ke bagian penerimaan (rekruter): "Sebenarnya orang masuk tentara itu untuk berperang atau untuk baku gigit?"  

Anda tentu pernah mendengar jokes tersebut. Menurut penulis, jokes ini juga sering terjadi dalam proses penerimaan angkatan kerja baru dalam kenyataannya. Mungkin itulah salah satu alasan mengapa perusahaan-perusahaan di Indonesia sulit sekali untuk bersaing di kelas regional, apalagi ditingkat internasional. Akhirnya, kebanyakan karyawan perusahaan yang ada hanya melakukan repetisi-repetisi tanpa dirasa ia masuk usia pensiun. Tidak memberikan dampak signifikan dan revolusioner bagi transformasi korporasi.

Inilah kekurangan kita yang masih menganggap bahwa good looking dan good resume adalah kunci penerimaan. Pihak yang disewa perusahaan untuk melakukan rekrutmen juga seringkali adalah orang-orang office yang pengalaman mayoritasnya adalah bekerja dalam ruangan ber-AC. Tentu mereka bisa membayangkan, namun bayangan itu seringkali subjektif dan tidak tepat. 

Saya pribadi menyarankan kepada seluruh manajer terutama bagian sumber daya manusia (Human Capital) untuk perlunya melakukan analisa dari proses rekrutmen sampai evaluasi tahunan. Apabila hal-hal yang menjadi komitmen selama proses rekrutmen tidak terimplementasi setelah beberapa tahun bekerja, maka jenis karyawan seperti ini perlu dipertimbangkan untuk dievaluasi. Jadi, evaluasi disini bukan hanya selama ia bekerja namun melihat lebih luas apa yang menjadi komitmen awal dari karyawan tersebut. Apakah ia akan dipertahankan, atau diberhentikan. Namun sikap seperti ini tidak akan terjadi di jenis perusahaan yang merasa cukup. Konsep ini hanya bisa terjadi jika perusahaan menjadikan Visi dan Misi Perusahaan sebagai harga mati yang harus dicapai. 

Kebanyakan tenaga kerja kita dalam kondisi untuk mempertahankan posisinya. Terkadang kesepakatan-kesepakatan gelap dilakukan hanya untuk terlihat perform dan bagus di atas kertas. Saya katakan jika kondisi karyawan seperti itu maka perusahaan Anda sebenarnya sedang dalam kondisi tidak baik-baik saja. Tenaga kerja yang cari aman dan ingin mempertahankan posisinya, akan sulit memberikan idea-idea dan kontribusi signifikan bagi keberlanjutan perusahaan. Bukankah semua hal yang kita lihat dan rasakan adalah hasil dari idea-idea?

Inovasi dalam Industri Pertambangan

(sumber gambar: abb.com)

Industri Pertambangan menurut penulis tergolong jenis industri yang sudah tua dan sudah baku. Dikatakan sudah tua karena seperti yang sudah kita ketahui, peradaban manusia dinamai dengan jenis material yang dikembangkan. Logam tembaga sendiri sudah dikonsumsi sebagai peralatan sehari-hari di zaman 4500 SM zaman mesir kuno. Dan terus berkembang sangat cepat dengan penemuan pelbagai macam unsur yang akhirnya melengkapi tabel periodik unsur. Nyaris seluruh peralatan dan mesin disekitar kita saat ini adalah produk dari industri pertambangan.

Besi-Baja, Tembaga, Seng, Aluminium, Emas, Perak dan logam lainnya dikembangkan dengan proses yang disebut metalurgi. Ada banyak istilah dan proses didalamnya, namun tujuannya sama yakni mendapatkan logam atau unsur tertentu sesuai dengan yang diinginkan. Dan kesemua ini adalah bagian dari jenis industri pertambangan.

Menurut penulis, industri pertambangan merupakan salah satu jenis industri yang selalu berpusat pada inovasi dan terobosan. Karena secara hukum energi dalam industri pertambangan sendiri memakan sekitar 50-68 persen biaya produksi. 

Inovasi dalam industri pertambangan mayoritasnya adalah bagaimana menekan biaya operasional dan biaya produksi. Tentu saja ini sangat beralasan mengingat prosesnya yang cukup panjang dimana bahan utamanya yang berupa batuan atau tanah.

Inovasi ERP atau pun digitalisasi dalam industri pertambangan, rasanya hanyalah sebagai pelengkap untuk menurunkan biaya. Namun seringkali upaya digitalisasi dalam industri pertambangan malah menghasilkan problem sendiri karena membutuhkan anggaran yang ternyata tidak sedikit.
Itulah kenapa di Indonesia dan banyak negara berkembang lainnya, digitalisasi dalam industri pertambangan tidak dijadikan sebagai suatu perhatian khusus. Hampir semua pelaku industri pertambangan, melakukan inovasi terhadap alat produksi utama mereka dengan berfokus kepada peningkatan yield dan penurun biaya operasional dan biaya produksi.

Berdasar hipotesa tersebut diatas, penulis merasa perlu adanya suatu terobosan pemikiran dari para line manager dan pelaku utama untuk duduk bersama membicarakan dan mendesain ulang proses bisnis yang ada. Memang dengan proses bisnis yang sudah berjalan, seringkali perusahaan sudah merasa cukup dan profit. Namun di era saat ini, perasaan seperti hanyalah kesemuan yang tidak bertahan lama. Ada banyak kasus diluar sana yang sudah awam diketahui bersama, pelaku industri pertambangan yang tak mungkin rugi akhirnya gulung tikar jua.

Inovasi, menurut penulis, bukan hanya bagaimana menciptakan produk terbaik (red: memenuhi spek; standard; ketentuan yang ada; dan lain sejenisnya), bukan hanya bagaimana menurunkan biaya produksi (red: engineering alat produksi; process engineering; material and energy balance; dan lain sejenisnya), juga bukan hanya bagaimana menguasai pasar yang ada atau memperbesar kapasitas produksi. 

Inovasi, menurut penulis, harus dipandang sebagai jalan hidup seluruh stakeholder yang ada bahwa hanya dengan berinovasi maka kebahagiaan dan impian yang diharapkan dapat tercapai.

Jika dipahami inovasi hanya sekadar menurunkan biaya atau membuat produk terbaik, maka fokus pelaku industri pertambangan hanya sebatas buku laporan tahunan perusahaan yang profit.
Salah satu pelaku inovasi dalam industri pertambangan misalnya FLSmith, CAT, SAP, dll, perlu untuk dipelajari cara berpikirnya karena erat kaitannya dengan produk-produk inovatif yang mendorong efisiensi dalam industri pertambangan.

Namun, bukan berarti apa yang mereka kembangkan perlu kita beli dan implementasikan di area kita. Bukan. Kita harus meng-copy bagaimana inovasi dijadikan sebagai pedoman dan nafas utama perusahaan-perusahaan tersebut untuk tetap berjalan dan berkelanjutan meski tidak mengoperasikan pertambangan. 

Salah satu inovasi yang kami sarankan agar dapat diimplementasikan dengan mudah adalah kewajiban setiap personal untuk mengekspresikan ide dan mengaktualisasinya. Karyawan yang tidak perform dan tidak memiliki inovasi setiap tahunnya, yang berdampak pada prinsip kaizen/continuous improvement perusahaan, sebaiknya dilakukan evaluasi dan jika tidak bisa memenuhi jalan inovasi maka menurut penulis sebaiknya untuk diganti dengan yang bersedia untuk menerima inovasi sebagai jalan hidup.

Kemampuan kasar atau hardskill memang sangat penting dan bermanfaat bagi proses produksi, namun di era ini kemampuan seperti ini sangat bisa dipelajari lewat jam-jam terbang dan pengalaman seseorang. Namun budaya inovasi sangat berbeda. Dengan budaya inovasi seseorang akan bersemangat untuk meningkatkan kemampuan kasarnya. Ini dua hal yang berbeda. Anda tidak bisa menerima seseorang hanya berdasar kemampuan kasarnya, karena semua itu bisa diautomisasi oleh mesin. Sementara mesin itu akan terus berkembang karena budaya inovasi di negara-negara maju.

Maka, dalam hal inovasi dan penerapannya ke personal karyawan, tidak boleh melibatkan perasaan. Pihak yang berkuasa untuk mengeksekusi visi & misi perusahaan haruslah memakai perspektif tegas dan keras. Meski memang manusia bisa berubah, namun jika ia menolak inovasi sebagai jalan hidupnya maka sebaiknya jenis karyawan yang menolak ini tidak bergabung dengan Anda. Ini tidak cocok dengan semangat kemajuan dan tidak akan pernah bertemu. Ibaratnya saat kita berolahraga kano, jika ada satu saja yang tidak mendayung sebaiknya lempar saja karena hanya akan membebani dan memperlambat sampai ke tujuan. Inovasi adalah semangat, inovasi adalah hasrat, dan inovasi adalah penggerak. 

Semangat dan budaya inovasi yang terimplementasi dengan baik sudah pasti akan memperhatikan dan menempatkan kemanusiaan diatas segalanya. Justice, fairness, dan appreciation adalah dampak dari budaya inovasi. Jika perusahaan memiliki budaya inovasi yang baik, maka ia akan adil dan menghargai setiap personal yang ada. Karena begitulah inovasi bekerja.


Kepemimpinan dan Transformasi Bisnis Pasca Pandemi Covid-19

Pendahuluan

Pandemi Covid-19 menyebabkan banyak bisnis menjadi terganggu. Bahkan berhenti. Konsep bekerja dari rumah (Work From Home a.k.a WFH) menjadi populer akhir-akhir ini. Dan menjadi pilihan yang harus diambil oleh banyak pemimpin bisnis.

Kondisi saat ini tentu sangat buruk bagi hampir semua jenis bisnis. Namun pemimpin bisnis yang tangguh tak kan menganggap kondisi saat ini sebagai sebuah kutukan bisnis yang harus dikecewakan apalagi diratapi. Dalam kondisi seperti saat inilah para pemimpin bisnis bisa lebih berfokus memanfaatkan kemampuan otaknya. Mencari jalan terbaik bagaimana bisnis bisa survive (untuk saat ini) dan melejit ketika kondisi mulai normal kembali.

Jalannya perusahaan sebagaimana Business as Usual menjadi tak relevan. Kreativitas para pemangku kebijakan dalam perusahaan nyaris diuji. Jika proses bisnis masih menggunakan cara lama, meski konsep WFH diterapkan dan era internet mendukung, kondisi bisnis bisa diperkirakan akan mengalami kemunduran yang nyata. 

Dalam setiap krisis selalu lahir pemimpin yang hebat. Maka dalam situasi sulit saat ini setiap leader dalam perusahaan harus memaknainya sebagai sebuah proses seleksi alam untuk bisa memunculkan idea-idea yang bisa membuat perusahaan tetap mengalami kemajuan (growth) atau setidaknya bisa bertahan (survive).


Nilai-nilai seperti inisiatif; kreatif; dan inovatif harus menjadi pusat perhatian para top eksekutif. Tentu tanpa menyebabkan kondisi para karyawan menjadi down baik fisik maupun psikisnya. Karena dapat berdampak ke imunitas tubuh masing-masing personal karyawan. Semuanya harus dalam kondisi yang menyenangkan. Termasuk para pengambil keputusan.

Apa yang Bisa Dilakukan?
Pivot menjadi salah satu cara yang akhirnya ditempuh oleh beberapa Perusahaan. Entah karena terpaksa, atau karena dipaksa. Misalnya: pabrikan sepatu asal Amerika yang terkenal dengan merek New Balance yang membuat masker; atau pabrikan tekstil di Jawa Tengah yang membuat Alat Pelindung Diri (APD), atau beberapa hotel swasta yang menyulap kamarnya sebagai tempat karantina mandiri, dan masih banyak lagi.

Pandemi Covid-19 ini bukan hanya menyerang satu-dua jenis bisnis. Namun menyerang hampir semua bisnis. Absennya pemimpin perusahaan di lapangan dikarenakan aturan untuk social distancing memang bisa menjadi penyebab irama perusahaan menjadi turun. Apalagi jika selama bisnis berjalan, nuansa kerja perusahaan kental dengan konsep konservatisme atau cara kerja lama.

Sejauh yang penulis pahami, selama nilai-nilai perusahaan dipegang teguh oleh masing-masing stake holder (terutama internal) perusahaan, maka laju kapal masih bisa dipertahankan meski berat.

Dari pandemi Covid-19 yang meluas ini kita belajar bahwa apa yang sudah kita bangun ternyata bisa rentan sekali terkena serangan dari luar yang bahkan tak pernah menjadi perhatian sebelumnya. Oleh karenanya, topik post-pandemic menjadi satu bahasan tersendiri yang menarik untuk didiskusikan. Dan dijadikan evaluasi-resolusi kongkrit yang bisa diterapkan saat atau setelah Pandemi Covid-19 berakhir.




+